Minggu, 24 Agustus 2008

Pada Suatu Pagi Hari

Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis sambil berjalan tunduk sepanjang lorong itu. Ia ingin pagi itu hujan turun rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil menangis dan taka ada orang bertanya kenapa.

Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk memecahkan cermin mambakar tempat tidur. Ia hanya ingin menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik-rintik di lorong sepi pada suatu pagi.

Puisi Sapardi

Kamis, 07 Agustus 2008

Persoalan 3 Presiden (Jangan Serius)

Ketika Tuhan memanggil para presiden dari tiga negara, AS, Cina, dan Indonesia untuk dimarahi. Dari Amerika muncul George Bush. Dari Cina datang Presiden Hu Jintao. Dari Indonesia diutus Jusuf Kalla. SBY nggak berani soalnya.

Setelah habis-habisan mencela tindakan pemimpin dunia ini, Tuhan menyampaikan bahwa Ia sudah muak dan memutuskan dalam tiga hari dunia akan kiamat. Tiga pemimpin ini disuruh kembali ke negaranya untuk menyampaikan keputusan Tuhan kepada rakyat mereka masing.

Ketiga pemimpin pulang ke negara masing-masing sambil putar otak, bagaimana menyampaikan kabar buruk ini kepada rakyatnya.

Di depan Kongres Amerika dan disiarkan langsung di TV, presiden Bush mencoba, "Congressmen, ada kabar baik dan ada kabar buruk. Pertama kabar baik dulu ya. Tuhan itu benar-benar ada, seperti yang kita yakini. Kabar buruk: Tuhan akan memusnahkan dunia ini dalam tiga hari".

Hasilnya payah, terjadi kerusuhan dan penjarahan di mana-mana.

Di depan Kongres Partai Komunis Cina, Hu Jintao memodifikasi taktik Bush, "Kamerad, ada kabar baik dan ada kabar buruk. Pertama kabar baik dulu ya. Ternyata Marx, Stalin, Ketua Mao dan para pendahulu kita salah, Tuhan itu benar-benar ada. Kabar buruk: Tiga hari lagi Tuhan
akan mengkiamatkan dunia ini.".

Hasilnya lumayan, orang-orang Cina lari, heboh dan menangis ketakutan dan membanjiri tempat ibadah, mau bertobat.

Yang paling sukses Jusuf Kalla.

Di depan sidang paripurna DPR yang disiarkan langsung, ia tersenyum sumringah. "Saudara sebangsa dan setanah air, saya membawa dua kabar baik. Kabar baik pertama: Sila pertama Pancasila kita sudah benar, Tuhan itu benar-benar ada. Kabar baik kedua: dalam tiga hari semua masalah energi, pangan, kemiskinan, terorisme, dan penderitaan di Indonesia akan segera berakhir!"

Sukses besar, seluruh rakyat larut dalam pesta dangdutan dan pawai di mana-mana.

:posting seorang teman di milis mediacare

Jumat, 01 Agustus 2008

Ayu Utami: RI dalam Hal Apapun Medioker

Di dunia internasional, sastra Indonesia kurang begitu diakui. Pernah sempat satu kali muncul nama sastrawan Pramudya Ananta Toer dalam nominasi penerima Nobel sastra. Tapi akhirnya Pram pun tersingkir.

Anggota Dewan Kesenian Jakarta Ayu Utami membenarkan kondisi memprihatinkan sastra Indonesia tersebut. Ia mengakui dari segi kualitas, sastra Indonesia memang masih rendah. Bahkan tidak hanya sastra, dalam segala hal bangsa ini memang masih rendah.

"Semuanya di negeri kita memang masih rendah dibandingkan dunia. Ini harus diakui sajalah dengan legawa," kata si penulis novel Saman yang fenomenal tersebut.

Di sela-sela jumpa pengarang di Istora, Senayan, Jakarta belum lama ini, Ayu Utami membeberkan pandangannya tentang sastra Indonesia.

Ia juga menjawab semua tudingan miring terhadap dirinya. Ia tidak peduli dengan semua tudingan miring tersebut. Lalu seperti apa Ayu mendefinisikan dirinya sendiri?

"Saya sastrawan yang gigih. Hahahaha," kata Ayu setelah terdiam cukup lama. Berikut wawancara Iin Yumiyanti dari detikcom dengan Ayu Utami:


Bila membandingkan karya sastra Indonesia dengan sastra dunia, bagaimana penilaian anda?

Tidak usah memberi ukuran sastra Indonesia dengan sastra dunia. Karena persoalan Indonesia itu beda dengan persoalan internasional. Harus diketahui, Nobel bukan soal mutu. Tapi juga soal persaingan identitas. Nobel bagaimanapun ada urusan politik, ia akan memberi perhartian pada apa yang sedang jadi perhatian politik mereka.

Terus misalnya kenapa sastra kita tidak laku di Amerika? Kalau di Amerika Serikat dan Inggris, sastra Indonesia kurang bunyi karena kita tidak ada hubungan dengan mereka. Tapi kalau di Belanda, karya sastra kita cukup mendapat tempat, itu karena Belanda mempunyai pertalian dengan Indonesia.

Tapi kalau secara obyektif, karya yang mendapatkan Nobel dibandingkan karya sastra kita kan memang jauh kualitasnya?

Saya setuju. Memang seperti itu. Indonesia dalam hal apapun memang medioker. Jadi kita tidak bisa menuntut sastra kita bisa tinggi. Wong di bidang lain juga rendah kok.

Semuanya di negeri kita memang masih rendah dibandingkan dunia. Ini harus diakui sajalah dengan legawa.

Bagimana anda menyikapi kontroversi yang menerpa anda? Misalnya masih ada anggapan bahwa Saman itu bukan karya anda?

Saman bukan karya saya? Setelah 10 tahun saya berkarya dan melahirkan karya-karya lainnya, kalau masih muncul anggapan seperti itu ya saya nggak bisa menjawab. Ya sudah mau diapain?

Saya tidak harus bertanggung jawab pada tuduhan orang. Yang menuduh mereka, yang harus bertanggung jawab mereka, bukan saya.

Bagaimana dengan sebutan yang diberikan Taufik Ismail bahwa anda sebagai pelopor angkatan Fiksi Alat Kelamin (FAK)? Ada juga yang menyebut anda sebagai pelopor sastra lendir?

Soal pelopor sastra lendir? Ya gimana ya, persoalannya mereka hanya melihat lendir, ada yang lain selain lendir, di karya saya banyak kok yang kering-kering. Kenapa meliriknya yang lendir?

Menurut saya, seks itu harus dibicarakan terutama oleh perempuan. Karena perempuan itu secara seksualitas itu sudah rentan, bisa hamil karena diperkosa. Sudah rentan begitu masih ditambah represi dari masyarakat.

Tadi banyak yang meminta tanda tangan anda adalah perempuan berkerudung. Apa anda surprise?

Untuk novel, saya tidak begitu surprise. Dulu sih pas buku Parasit Lajang, saya surprise ketika tahu banyak perempuan berjilbab yang menyukainya.

Lalu seperti apa anda melihat diri anda sendiri?

Saya melihatnya terbalik, karena saya melihatnya dari cermin. Saya kan nggak bisa melihatnya secara langsung.

Apa yang terlihat dari cermin?

Diam lama.

Jadi di luar kontroversi itu, seperti apa anda mendefinisikan diri anda sendiri sebagai sastrawan?

Hmmm. Saya sastrawan yang gigih. Hahahaha. Saya itu sastrawan yang gigih. Bayangkan, untuk menulis novel ini (Bilangan Fu), saya habis-habisan. Saya ikut Sekolah Panjat Tebing. Saya latihan sampai luka-luka. Saya juga menelusuri goa-goa di Kebumen, Citatar.

Dan dengan upaya saya yang keras ini, belum tentu saya berhasil. Jadi saya satrawan yang gigih, pantang mundur. Saya akan mengeluarkan energi banyak sekali meskipun saya belum tentu akan berhasil.

Pada titik tertentu saya merasa ini tidak akan bisa diteruskan. Kalau gagal ya sudah. Yang penting kita telah bersikap sportif.

Kalaupun kalah, ya nggak apa-apa. Kita senang karena telah berusaha sampai titik yang penghabisan. Kita senang karena dikalahkan orang lain yang lebih baik dari kita.

Sikap sportif ini semestinya juga diterapkan dalam hal beragama dan berpolitik.

Yang paling mengerikan bagi seorang penulis katanya adalah gagal menulis, menurut anda?

Saya tidak takut kegagalan termasuk gagal menulis. Saya akan melihatnya sebagai sesuatu yang alami. Saya tidak takut.

Apa yang anda takutkan?

Saya takut kehilangan orang yang saya kasihi karena mati. Kalau harus kehilangan karena berpaling pada orang lain atau menyeleweng, saya tidak takut.

Itu kelemahan saya, melihat orang yang kita cintai mati. Kalau kematian saya sendiri, saya tidak takut.

Tapi ketakutan itu untuk diakui dan diatasi. Bukan untuk dihindari. Itu moto saya.

Biodata:

Nama Lengkap: Justina Ayu Utami
Lahir: Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968
Pendidikan: S-1 Sastra Rusia Universitas Indonesia

Buku yang ditulis:
Saman (memenangkan Sayembara Mengarang Dewan Kesenian Jakarta 1998)
Larung
Parasit Lajang
Sidang Susila
Bilangan Fu

Keterangan foto: Ayu Utami berfoto memberikan tandatangan untuk penggemarnya. (Iin Y/detikcom)(iy/nrl)

Ayu Utami: Taufik Ismail Seperti PKI Saja

Penyair Taufik Ismail belum lama ini kembali menegaskan keresahannya akan Gerakan Syahwat Merdeka. Gerakan ini salah satunya muncul lewat sastra. Mereka yang masuk dalam barisan yang dituding Taufik adalah para penulis fiksi yang suka mencabul-cabulkan karya.

Salah satunya yang kena tuding adalah Ayu Utami, si pemenang Sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998 lewat novel fenomenal 'Saman'. Taufik menyebut si Parasit Lajang ini sebagai pelopor angkatan sastra Fraksi Alat Kelamin (FAK). Itu gara-gara novel 'Saman' yang ditulis Ayu yang menabrak tabu seks menjadi trend dan banyak diikuti penulis lainnya.

Bagaimana pandangan Ayu atas tudingan yang dilontarkan Taufik Ismail? Di sela-sela memenuhi permintaan penggemar untuk menandatangani novel 'Bilangan Fu' dan foto bersama, Ayu menjawab semua tudingan itu.

Perempuan kelahiran Bogor itu mengaku surprise, karena meskipun ia dituding sebagai pelopor angkatan sastra Fraksi Alat Kelamin, ternyata sejumlah penggemarnya yang datang adalah dari kalangan perempuan berkerudung.

Berikut wawancara Ayu Utami dengan Iin Yumiyanti dari detikcom:


Apa pandangan anda terhadap sastra Indonesia kini? Taufik Ismail belum lama ini kembali menegaskan munculnya Gerakan Syahwat Merdeka. Apa pendapat anda?


Pernyataan Pak Taufik Ismail itu kurang baik karena ia suka memberi stigma. Itu sama seperti orang-orang PKI saja. Cara-cara seperti itu kurang sehat. Menurut saya itu terjadi karena pemikiran Pak Taufik terlalu sederhana, picik.

Saya merasa Pak Taufik seperti ini, seumpama melihat perempuan, dia kan punya mata, tangan, kaki, tapi Pak Taufik melihatnya kok hanya dari alat kelaminnya saja. Mengapa yang dia pikir hanya itu? Fokus dia hanya melihat pada syahwat dan kelamin. Saya pikir ada masalah dengan fokus Pak Taufik.

Menurut saya, kita boleh saja tidak setuju dengan sesuatu, tapi tidak boleh dengan memberikan stigma.

Tapi kalau diamati, setelah novel Saman yang anda buat, di dunia sastra memang seperti kebanjiran tema yang mengangkat masalah seks secara berani dan kebanyakan ini dilakukan para penulis perempuan. Tanggapan anda?

Sekarang soal sastra, atau baiklah soal novel. Kalau kita lihat setelah Saman atau tepatnya setelah reformasi, tiba-tiba novel atau fiksi yang mengangkat masalah seks meningkat. Ini kita harus melihatnya secara menyeluruh dan rileks. Jangan dilihat hanya sepotong-sepotong.

Harus diketahui masa itu kita baru saja mendobrak zaman yang represif. Situasi chaos dan terjadi euforia kebebasan setelah rezim Orba yang represif tumbang. Pada masa itu memang terjadi euforia kebebasan, termasuk masalah seks.

Euforia seks tidak hanya dilakukan sastrawan perempuan, ada juga laki-laki, Moammar Emka yang membuat Jakarta Undercover, itu kan laris luar biasa.

Tapi sekarang, setelah 10 tahun, pendulum beralih lagi. Sekarang pendulumnya pada agama. Setelah masa chaos, orang rindu pada hal-hal yang berbau spiritual, maka novel seperti Ayat Ayat Cinta pun laris.

Jadi apapun sebenarnya bisa jadi pasar bagi industri, penerbit juga film. Seks bisa jadi pasar, agama juga bisa.

Jadi menurut anda tidak ada Gerakan Syahwat Merdeka dalam sastra?

Saya tidak setuju dengan tudingan soal Gerakan Syahwat Merdeka. Yang dituduh itu kan salah satunya saya. Itu pandangan yang picik. Ada banyak hal dalam tulisan-tulisan saya, mengapa yang dilihat kok hanya seksnya?.

Maksudnya kalau ada syahwat merdeka, lawannya apa sih? Syahwat terikat? Itu sadomasokis namanya. Kalau mau menyalurkan syahwat harus diikat-ikat dulu.

Menurut anda, sebaiknya bagaimana memandang seks?

Seks harus diakui sebagai bagian dari kekuatan manusia. Maka harus diregulasi dengan baik. Diberi tempat aman, diberi ruang untuk berfantasi. Silakan mau syahwat merdeka, syahwat terikat, tapi jangan memberi gembok pada tukang pijat. Silakan saja liar dalam berfantasi, tapi dalam bertindak tetap dibatasi.

Saya sebetulnya mengajak orang untuk terbuka. Jangan membuat peraturan karena ketakutan. Kita takut begini lantas kita larang. Di negeri yang banyak VCD porno tidak semua terjadi perkosaan. Tidak ada relevansi antara pornografi dengan perkosaan. Kita ambil contoh di Jepang. Di sana, di restoran yang juga dikunjungi anak-anak , banyak disediakan komik yang isinya mengerikan sekali, seksnya kasar. Tapi di sana, jumlah perkosaan tidak tinggi.

Tingkat perkosaan tinggi, justru di mana perempuan sebagai individu tidak dihargai, dimana perempuan dianggap sebagai obyek.

Saya kira banyak kok laki-laki beradab yang merasa gengsi untuk memerkosa.

Kesimpulannya sastra masih aman-aman saja dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan?

Tidak perlu takut dengan seks. Aku heran, kenapa sih takut pada seks? Kalau mau tahu, data IKAPI justru memperlihatkan buku yang laku itu adalah buku pendidikan dan buku agama. Jadi tidak usah takut atau takut berlebih-lebihan pada seks. Nanti malah jadi neurotis.

Biodata:

Nama Lengkap: Justina Ayu Utami
Lahir: Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968
Pendidikan: S-1 Sastra Rusia Universitas Indonesia

Buku yang ditulis:
Saman (memenangkan Sayembara Mengarang Dewan Kesenian Jakarta 1998)
Larung
Parasit Lajang
Sidang Susila
Bilangan Fu

Keterangan foto: Ayu Utami berfoto bersama penggemar-penggemar ciliknya. (Iin Y/detikcom)(iy/nrl)

Kamis, 31 Juli 2008

Ayu Utami: Saya Tak Pernah Nulis Buku untuk Laris

Justina Ayu Utami. Perempuan ini rupanya sedang ditunggu-tunggu. Siang itu, puluhan orang datang khusus untuk bertemu dengannya dan meminta tanda tangan penulis novel fenomenal 'Saman' tersebut.

Ayu, siang itu hadir di Pameran Buku Ikapi, Istora, Senayan, dalam acara jumpa pengarang. Acara itu terkait dengan peluncuran novel teranyar Ayu, 'Bilangan Fu'. Ini merupakan novel ketiga perempuan yang memenangkan sayembara menulis roman Dewan Kesenian Jakarta 1998 tersebut, setelah novelnya 'Larung' yang terbit tujuh tahun lalu.

Maka siang itu, tidak heran jika penggemar perempuan langsing ini berdatangan. Dalam hitungan tidak ada satu jam, Bilangan Fu pun laku 70 eksemplar lebih.

Bilangan Fu berkisah tentang cinta segitiga antara dua laki-laki pemanjat dinding beranama Yudha dan Parangjati dengan seorang perempuan bernama Marja.

Lewat "Bilangan Fu", Ayu mengangkat tema yang disebutnya sebagai 'spiritualisme kritis'. Ini merupakan keprihatinan Ayu atas banyaknya sikap intoleran dan beragama secara formalitis setelah reformasi.

Di sela-sela melayani permintaan tanda tangan dan foto bersama dengan penggemarnya, Ayu membeberkan proses penulisan Bilangan Fu. Seperti apa? Lalu apa maksud Ayu mengaku tidak ingin menyenangkan orang? Berikut petikan wawancara Iin Yumiyanti dari detikcom dengan Ayu Utami:

Bisa anda ceritakan proses pembuatan novel Bilangan Fu. Idenya dari mana?

Prosesnya agak panjang. Idenya? Saya punya pacar, namanya Erik Prasetya. Ia dulu seorang pemanjat tebing. Tapi ia berhenti memanjat karena sahabatnya meninggal dunia. Teman pacar saya ini namanya Sandy Febijanto. Ia salah satu dari pemanjat tebing terbaik Indonesia.

Pengalaman ini (kematian Sandy) mungkin membuat trauma atau sedih yang terlalu berat sehingga pacar saya lantas meninggalkan dunia panjat tebing. Ia tidak mau lagi ke Bandung untuk latihan ataupun melihat tebing-tebing.

Tapi ia selalu bercerita masalah ini kepada saya. Saya sampai pada titik sudah penuh dengan ceritanya. Akhirnya saya putuskan, oke saya akan menulis novel dengan tokoh pemanjat tebing.

Apa yang ingin anda sampaikan lewat Bilangan Fu?

Begini, kalau Saman, keprihatinan saya itu kan kerasnya represi pada masa Orde Baru. Bilangan Fu ini keprihatinan saya setelah reformasi. Saya melihat setelah reformasi , marak sikap intoleran dan cara beragama yang terlalu formalistis.

Bilangan Fu bercerita tentang cinta antara dua pemanjat tebing dengan seorang perempuan. Nah saya ingin memadukan kedua hal ini, kisah cinta pemanjat tebing dan persoalan religiositas bangsa ini.

Bagi saya, ada kesamaan antara memanjat tebing dan beragama. (Ayu lantas tersenyum). Nanti kalau kamu baca novel ini akan ada kesamaannya. Kesamaannya gini, pemanjat dan orang beragama sama-sama ingin mencapai puncak.

Pemanjat tebing ada yang kotor atau dirty climbing. Mereka ini pemanjat yang merusak tebing. Mereka memasangi berbagai macam alat, bor, paku dan sebagainya untuk mencapai tujuannya mencapai puncak. Yang penting bagi mereka bisa sampai atas.

Begitu pula agama. Dalam mensiarkan kebenaran agamanya, ada yang mamakai cara seperti cara-cara pemanjat tebing kotor. Misalnya dengan main paksa saja, semua dihajar saja, kebudayaan setempat dihajar.

Tapi ada juga pemanjat tebing yang bersih, mencapai puncak dengan cara-cara terpuji, dengan cara-cara berdialog.

Jadi dalam mencapai tujuan apapun kita bisa melakukan dua jalan, jalan yang kotor, yang memaksa, yang merusak atau jalan yang bersih yang tidak memaksa.

Inspirasi novel ini adalah pacar anda, Erick. Apakah tokoh utama dalam novel ini yaitu Yudha sebagai pelukisan pribadi Erick?

Tokoh Yudha sebetulnya adalah saya juga. Yudha itu bagian diri saya yang skeptis dan sinis. Kalau Parangjati bagian diri saya yang bijaksana (Ayu lantas tertawa). Tapi saya lebih suka tokoh Yudha, karena tanpa tokoh sinis kita melihat dunia terlalu lempeng, terlalu biasa.Yudha tokoh yang mengacaukan banyak hal, memandang dunia dengan cara berbeda.

Hubungan Anda dengan Erick masih sampai sekarang?

Masih.

Mengapa anda bukan sebagai Marjanya?

Itulah salahnya, orang selalu mencari saya mewakili tokoh perempuan. Padahal belum tentu. Di Saman, banyak yang mengira saya sebagai Lailanya. Padahal sebenarnya saya sebagai Samannya.

Tokoh Marja terinspirasi dari beberapa teman-teman perempuan saya yang orangnya baik. Ia sederhana, tidak usah pakai teori macam-macam, tapi hatinya memang baik saja.

Novel kedua anda, Larung, tidak sesukses Saman, bahkan ada yang menyebut gagal karena kurang laku di pasaran. Lalu dibandingkan Saman dan Larung, Bilangan Fu ini, apa istimewanya?

Sekali lagi saya tidak pernah menulis buku untuk laris. Saya selalu mencadangkan kalau buku saya tidak disukai orang karena memang saya tidak pengin menyenangkan orang. Saya ingin menyampaikan apa yang menurut saya perlu. Saya ingin menyampaikan ide pergulatan saya. Jadi saya selalu siap jika novel saya tidak laris.

Soal Larung, orang yang suka sastra mengatakan bab I Larung bagus sekali. Tapi memang tidak ringan bagi banyak orang. Tidak semanis Saman. Tapi ya gak papa. Kalau disebut gagal ya tidak apa-apa.

Apa istimewanya Bilangan Fu?

Saman dan Larung dengan Bilangan Fu memiliki banyak perbedaan tapi ada banyak persamaan. Beda utama Bilangan Fu dengan Saman dan Larung, adalah zaman yang menjadi settingnya. Saman settingnya zaman Orba, dimana represi pemerintah masih keras sekali di semua bidang.

Saya ingin membongkar paradigma itu. Karena itu Saman dan Larung sebagai sebuah novel strukturnya tidak rapi. Ia seperti mozaik, fragmen yang terpisah-pisah. Tidak memakai plot yang lurus. Tapi itu merupakan salah satu cara yang saya ambil sebagai reaksi saya dari terlalu tertibnya nilai-nilai dan terlalu tertibnya kaidah menulis yang saya rasakan di zaman itu.

Sekarang justru saya merasa terlalu banyak akrobat dalam penulisan. Maka saya ingin kembali ke plot yang sederhana dan linear. Karena itu Bilangan Fu, dari segi plot dan cerita jauh lebih sederhana.

Jadi dari segi plot lebih sederhana. Tapi tetap mengandung banyak perdebatan. Lebih banyak perdebatannya dibandingkan dengan Saman.

Bilangan Fu masih mengangkat tema cinta yang sering menjadi cara klasik untuk menarik pembaca. Mengapa?

Bagi saya, cinta itu selalu menakjubkan. Di novel ini, tokohnya sangat dingin, sinis dan mengejek masyarakat. Tapi di sini kisah cinta bukan tempelan. Dihadirkan bukan hanya sebagai bumbu agar seru ceritanya.

Kamu bisa melihat perbedaan bagaimana seks digarap dalam film Hollywood dengan film Prancis. Di Hollywood, seks sering hadir sebagai bumbu pembungkus, dibikin erotis. Di film Prancis, seks dihadirkan sebagai persoalan manusia, misalnya laki-lakinya tidak bisa ereksi. Jadi cinta atau seks bukan sekadar bumbu.

Jadi Bilangan Fu lebih ringan dibaca dibandingkan Saman dan Larung?

Hmmm, susah menjawabnya. Mungkin lebih berat, kan lebih tebal (halamannya). Novel ini banyak sekali perdebatannya. Tapi perdebatannya tangkas. Saya menawarkan kata kunci baru yaitu spiritualisme kritis. Yang saya maksud adalah, orang tetap percaya sesuatu, apakah itu Tuhan atau nilai yang lain tapi ia tetap kritis pada apa yang dia percayai. Ia tidak buru-buru menerapkan kebenarannya pada orang lain. Karena kebenaran hakiki tetap jadi misteri. Yang lebih baik pada hari ini adalah kebaikan itu sendiri.

Mengapa sampai butuh waktu sangat lama untuk menyelesaikan novel ini?

Untuk mengetahui detail dunia panjat tebing, saya ikut latihan panjat tebing pada akhir 2003. Saya masuk sekolah Panjat Tebing Skygers. Lalu saya mulai menulisnya tahun 2004. Selama empat tahun saya melakukan pencarian yang tepat untuk menuliskan kisah ini. Tapi saya selalu tidak puas.

Baru September 2007 lalu saya menemukan cara menulis yang saya merasa puas. Setelah itu saya menulis nonstop. Jadi 4 tahun pencariannya, 9 bulan penulisan bentuk terakhir.

Biodata:

Nama Lengkap: Justina Ayu Utami
Lahir: Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968
Pendidikan: S-1 Sastra Rusia Universitas Indonesia
Buku yang ditulis:

Saman (memenangkan Sayembara Mengarang Dewan Kesenian Jakarta 1998)
Larung
Parasit Lajang
Sidang Susila
Bilangan Fu

Keterangan foto: Ayu Utami berfoto dengan penggemarnya. (Iin Y/detikcom)(iy/nrl)

Jumat, 18 Juli 2008

Merasa Seperti Si Tolol


Aku merasa seperti orang yang ingin pacarnya pindah agama. Aku merasa seperti si tolol.


:Bilangan Fu, Ayu Utami

Apa Kabar Malaysia?

Bersama peneliti ISIS dan peserta Malaysia International Visitor Program di Langkawi, Malaysia 16 Februari 2008. (Assistant Director-General ISIS Philip Methews, aku, bos Sonora Ibu Susan Masmir, peneliti ISIS ibu Zaenab, bos RCTI Atmadji Sumarkidjo, reporter RCTI Alexander Zulkarnaen, Mas Rizal Yussac) .

Kini Malaysia kembali menuding Anwar Ibrahim dengan kasus sodomi, lagu lama. Semoga demokrasi di Malaysia bisa lebih baik.

Selasa, 01 Juli 2008

Ibu negara

Bertemu dan mewawancarai Ibu Negara Ani Yudhoyono, aku jadi tahu ibu negara ini perempuan yang pintar. (Ya iyalah, sebagai anak Letnan Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Alm) tentu dia dididik dengan baik, dan tentu saja Presiden SBY pun berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan Ibu Ani).

Tapi, Ibu Ani (ini menurut aku loh) kurang begitu paham tentang penderitaan perempuan miskin. Tanggapannya soal kasus perempuan sangat datar.



Foto: Saat mewawancarai Ibu Negara Ani Yudhoyono.

Kamis, 15 Mei 2008

sajak kecil tentang cinta

mencintai angin harus menjadi siut


mencintai air harus menjadi ricik

mencintai gunung harus menjadi terjal

mencintai api harus menjadi jilat

mencintai cakrawala harus menebas jarak

mencintaiMu harus menjadi aku


: puisi Sapardi Djoko Damono

Senin, 05 Mei 2008

Mimpi Ani SBY & Mimpi Kita Sama?

Ibu Negara Ani Yudhoyono mempunyai mimpi yang sungguh mulia. "Mimpi saya Indonesia sejahtera," kata Ibu Ani. Jeng Jeni teringat mimpi ibu negara saat ia bergelantungan di bus kota. Perempuan yang setiap hari naik bus kota itu tersenyum senang. Ia membayangkan, jika Indonesia sejahtera, ia tidak perlu lagi berdesak-desakan di buskota.

Tapi bisakah Indonesia menjadi negara sejahtera? Pikir Jeng Jeni. Maka sepanjang perjalanan ke kantor sambil bergelantungan, Jeng Jeni sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia lalu ingat sejumlah prediksi penuh optimisme tentang masa depan Indonesia. Ada prediksi Kepala Unit Makroekonomi PricewaterhouseCoopers (PWC) John Hawksworth, Goldman Sach Economic Research juga visi Indonesia 2030.

Hawksworth memprediksikan Indonesia akan menjadi salah satu negara terkaya di dunia. Tapi
waktunya masih lama, yakni pada 2050. Menurut Hawkswort, pada 2050 itu perekonomian Indonesia akan menjadi perekonomian keenam terbesar dunia setelah Amerika Serikat (AS), Cina, India, Jepang, dan Brasil.

Lalu Goldman Sachs Economic Research memasukkan Indonesia dalam kelompok N-11 atau 11 negara berkembang yang diperkirakan akan segera menyusul empat negara BRIC (Brasil, China, India, dan China). Kemudian juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun lalu menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia bisa masuk dalam jajaran ekonomi lima besar dunia mulai 2030.

Perempuan yang bekerja di sebuah toko buku itu lantas mengkalkulasi modal yang dimiliki
Indonesia untuk menjadi negara kaya. Indonesia, negeri yang saya cintai ini, pikir Jeng Jeni, memiliki potensi kekayaan alam yang demikian besarnya. Indonesia merupakan penghasil bahan tambang terbesar dunia.

Menurut data PwC, yang sempat dibaca Jeng Jeni di internet, Indonesia merupakan penghasil timah nomor satu di dunia. Penghasil batu bara nomor tiga di dunia. Penghasil tembaga nomor empat di dunia. Penghasil 80% minyak di Asia Tenggara dan penghasil 35 % gas alam cair di dunia. Selain kekayaan alam, Indonesia dilimpahi jumlah penduduk yang besar yakni menempati urutan keempat dunia, setelah China, India, dan AS.

Jadi Indonesia sebenarnya mempunyai modal besar untuk menjadi negara sejahtera dan kaya
raya. Kalau disertai usaha keras dari semua elemem bangsa, dari kawula alit sampai penguasa, semua bersatu padu, satu visi, satu tujuan, bersikap jujur, lurus dan profesional mewujudkan Indonesia sejahtera, pasti prediksi itu akan menjadi nyata.

"Prediksi itu pasti bukan sekadar mimpi indah, tapi takdir bagi Indonesia," batin Jeng Jeni yakin. Maklum, setelah membaca The Alchemist karya Paulo Coelho, Jeng Jeni menjadi sangat percaya akan takdir. Novel itu menginspirasi Jeng Jeni untuk menemukan takdirnya.

Takdir akan terwujud bila seseorang mempercayai mimpinya dan tidak pernah berhenti mengejarnya. "Janganlah berhenti bermimpi. Kalau kau menginginkan sesuatu, seisi jagat raya akan bekerjasama membantumu memperolehnya." Itulah salah satu kalimat indah di Alchemist yang menjadi favorit Jeng Jeni.

"Kamu terlalu banyak baca fiksi Jeng. Bacalah buku-buku teori ekonomi, manajemen, politik
dan sejarah. Kamu akan tahu tidaklah gampang untuk mewujudkan kesejahteraan suatu bangsa.
Butuh waktu panjang. Rasionallah! Ini dunia nyata bukan fiksi," Jeng Jeniterngiang-ngiang omongan Mas Hari, suaminyaPadahal saat ini Jeng Jeni sedang tidak bersama Mas Dosen itu. "Ya aku tahu. Tapi mimpi, apalagi mimpi yang baik, itu penting karena akan selalu menerbitkan harapan dan menjaga orang untuk tidak berputus asa." sergah Jeng Jeni kesal dengan suara-suara sang suami yang terus mendatanginya.

"Bangunlah Jeng. Jangan mimpi terus. Lihat realitas. Kamu bilang jumlah penduduk yang besar menjadi modal. Tidak tahukah kamu, pada tahun 2000, sebanyak 70 % penduduk Indonesia hanya lulus SD? Dengan kondisi seperti itu, penduduk bukanlah modal tapi justru menjadi beban," kata Mas Hari.

"Lalu tidak tahukah kamu, kendati kaya sumber alam, Indonesia merupakan salah satu negara terbesar tingkat korupsinya. Negaramu ini, menurut Transparency International, menempati urutan nomor 6 terkorup di dunia," ujar Mas Dosen.

"Kemudian kamu menghayal pemerintah, DPR, rakyat dan semua elemen bangsa mau bersatu padu dan bersama-sama mewujudkan Indonesia sejahtera? Ha haha ha , yang benar saja! Yang ada hanya mereka cakar-cakaran sendiri. Lah kok bisa Indonesia masuk menjadi negara terkaya dunia? Iya jadi negara kaya, yang kaya pejabatnya saja," suara sinis Mas Hari terngiang lagi.

Jeng Jeni kesal, kemanapun dia pergi suara sang suami selalu mengikutinya. Ya apa boleh buat, sang suami sudah menjadi separuh nafas Jeng Jeni. Dan sayangnya, bukan optimisme, tapi omongan sinis dan pesimisme sang suami yang sering terngiang-ngiang. Jeng Jeni tahu ia harus berpijak pada realitas dan bersikap rasional. Tapi ia tidak ingin sikap rasional justru membunuh optimismenya.

"Sudahlah Mas, diam sebentar. Suatu hari nanti negeri ini pasti akan berubah. Akan tiba waktunya seorang pemimpin yang tegas dan cerdas memimpin negeri ini, tidak akan ada lagi korupsi, dan semua rakyat dan pejabat seia sekata bekerjasama untuk kepentingan bangsa. Jadi biarkan saja aku tetap optimis. Optimisme itu membuat hidup lebih bersemangat dan indah." batin Jeng Jeni. Kali ini Jeng Jeni yakin, ia tidak salah.

Setelah nyaris mau pingsan bergelantungan di bus kota, Jeng Jeni akhirnya mendapatkan kursi yang kosong. Ia segera duduk. Tak lama kemudian perempuan itu bermimpi. Dalam mimpi itu, Jeng Jeni mau menangis ketika akan membeli susu, minyak goreng dan beras. Jeng Jeni tidak mampu lagi membeli kebutuhan pokok itu karena harganya yang melambung sangat tinggi. Jeng Jeni buru-buru terbangun. "Sialan! Ini mah kenyataan," rungut Jeng Jeni kesal.

Selasa, 29 April 2008

Makhluk Tuhan Paling Tolol

Saya tahu banyak orang yang menganggap saya tolol. Ada yang mengatakannya langsung, bahkan menghardikkannya di muka saya. Ada juga yang hanya membatinnya ketika bertemu saya. Saya kadang sadar juga, saya memang tolol, hehehehe.

Begitu curhat Jeng Jeni dalam blog pribadinya. Di blog itu, perempuan yang setiap hari naik buskota itu, juga mengaku ia sebenarnya stres menghadapi ketololannya, apalagi saat sadar banyak sekali orang yang pintar dan hebat-hebat. "Tapi ketika saya amat-amati lagi, di sekeliling saya, ternyata ada juga loh orang tolol. Jadi saya pikir, saya tidak perlu terlalu stres atau jadi sangat minder, karena saya tidak sendirian menjadi orang tolol," bela Jeng Jeni.

Meski sadar dirinya tolol, Jeng Jeni masih saja sewot bila dikatai tolol. Terlebih kalau hatinya sedang tidak bolong. Saat bersantai, Jeng Jeni menyinggung soal ketololannya dengan sang suami tercinta. Hiroku, putra pasangan ini, sedang asyik membaca komik Digimon.

"Baguslah kamu sebagai orang tolol menyadari ketololannya," kata Mas Hari, suami Jeng Jeni. Mendengar jawaban itu, Jeng Jeni mendelik. Tapi kemudian tersenyum karena tahu sang suami sedang meledek. Ia lalu mengambil novel 'Snow" karya Orhan Pamuk dari rak buku.

“Orang paling tolol adalah orang tolol yang tidak mau menyadari ketololannya. Mereka inilah makluk Tuhan paling tolol,” lanjut Mas Hari asal. "Apa sebenarnya yang membuat negara ini terpuruk dan kacau balau, Jeng?" tanya Mas Hari sambil menata koleksi kaset VCD dan DVD bajakan miliknya. "Pemimpin yang tidak tegas dan tidak cerdas," jawab Jeng Jeni ogah-ogahan. Perempuan ini sedang tidak tertarik mengobrol lagi karena tengah terhanyut membaca Snow.

"Yang membuat negeri ini makin terpuruk dan kacau balau adalah banyaknya orang-orang tolol berbicara," kata Mas Hari. Jeng Jeni paham apa yang dimaksud suaminya. Di halaman awal 'Snow', Pamuk yang menerima nobel sastra pada 2006 mengutip tulisan Fyodor Dostoevsky, "jika begitu singkirkan saja manusia, batasi tindakan mereka, paksa mereka untuk diam."

Jeng Jeni ingin mengutip kata-kata itu dan mengubah kata 'manusia' dengan kata 'orang tolol'. Tapi ia mengurungkannya karena ia ingat, ia juga mengaku sebagai orang tolol. Ia lantas berkata, "Namanya juga demokrasi Mas. Semua orang ya bebas ngomong."

"Memang sih demokrasi. Sebenarnya tidak terlalu jadi masalah kalau orang-orang tolol itu bukan seorang tokoh atau orang yang punya kekuasaan. Tapi masalahnya mereka tokoh, dan omongannya diperhatikan pengikutnya, bahkan disorot TV dan dimuat media massa."

"Iya memang. Aku juga gemas sekali kalau lihat orang-orang tolol ini berkomentar di TV. Mereka mengira diri mereka pintar dan bisa membodohi masyarakat. Padahal komentarnya justru menunjukkan ketololannya." Jeng Jeni mulai bersemangat. Snow yang dibacanya lantas ditutup.

"Misalnya ada pejabat yang diduga korupsi ditangkap. Ia lantas mengklaim uang yang disita sebagai barang bukti itu bukan uang suap, tapi uang untuk bisnis. Ada juga yang beralasan uang puluhan juta ditenteng-tenteng hingga tengah malam itu uang pinjaman. Emangnya kita bisa apa dibodohi dengan alasan tolol seperti itu?" ketus Jeng Jeni.

"Terus ada juga tokoh yang sudah kakek-kakek, dibenci masyarakat, bahkan orang-orang bersuka cita ketika dia tidak lagi menjabat, tiba-tiba saja muncul dan dengan pedenya ingin tampil kembali di dunia politik. Apa masyarakat tolol sehingga lupa dengan semua omong kosongnya? Hari gini gitu loh masih mau omong kosong," cerocos Jeng Jeni.

"Yang menyebalkan tokoh tolol ini tidak mau menyadari ketololannya suka ngotot dan ngeyel saja bahkan melakukan pemaksaan sehingga jadi arogan. Mereka marah jika dikritik. Padahal jelas-jelas mengeluarkan pendapat atau kebijakan yang tolol dan merugikan rakyat. Saking arogannya mereka malah balik menyalahkan dan mengancam pengkritiknya," ulas Mas Hari, si dosen itu.

"Arogan itu apa sih bu?" tanya Hiroku yang masih TK. Jeng Jeni mikir-mikir dan lantas menjawab sebisanya. "Arogan itu maunya menang sendiri, tidak mau mengalah, merasa paling benar, tidak mau disalahkan, bahkan sukanya menyalahkan orang lain," jawab Jeng Jeni.

"Wah kalau itu mah ayah," celetuk Hiroku. "Iya, kalau di rumah ini memang ayahlah makhluk Tuhan paling arogan," jawab Jeng Jeni tersenyum senang. "Aku sih belum ada apa-apanya. Tuh di Senayan parah habis arogannya. Anggotanya banyak ditangkap karena korupsi kok malah ingin membubarkan lembaga pemberantasan korupsi. Kuwalik-walik tenan," balas Mas Hari.

:detikcom 28/04/2008 13:11

Jumat, 04 April 2008

Orang Tanpa Harga Diri

Setiap hari, Jeng Sari selalu berangkat dan pulang kerja naik bus kota. Nyaris tidak ada yang istimewa dari perjalanan Jeng Sari yang selalu melalui rute yang sama itu. Tapi kalau sedang kumat narsisnya, Jeng Sari dengan sok filosofisnya, akan berkata, dari bus kota aku belajar banyak tentang hidup.

Bagi Jeng Sari, dari bus kota, ia bisa melihat dan mempelajari dunia. Semua serba ada di bus kota, anggap guru TK itu. Gadis modis penuh percaya diri, ibu-ibu gemuk baik hati, gadis berjilbab yang kadang berwajah murung atau kadang penuh senyum, laki-laki bermata jalang, pria berwajah tanpa dosa, anak-anak kecil menangis, pedagang, karyawan, pengamen, sampai pencopetnya, ada. Dengan hanya duduk di bus kota pun bisa membeli dan mendapat 'apa saja', dompet handphone, buku, tisu sampai obat-obatan.

Meski tidak ada yang istimewa, Jeng Sari selalu menemukan hal-hal yang menarik di bus kota. Akhir-akhir ini yang menarik perhatian Jeng Sari adalah orang-orang tanpa harga diri. Waduh serius banget julukannya ya! Tapi memang begitulah, dengan seenak udelnya saja, Jeng Sari akan memberi julukan pada apa-apa yang menurutnya menarik. Siapakah orang tanpa harga diri ini? Versi Jeng Sari, mereka, salah satunya, adalah seorang pria gagah, maksudnya orang yang badannya tinggi dan besar. Wajahnya pun garang dengan kulit tampak hitam terbakar, jadi kesannya ia sangar.

Pria gagah ini biasanya naik bus kota, di seberang Carrefour Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Di atas bus kota, dia lalu berbicara. Si Pria gagah itu memaparkan betapa kerasnya hidup di Jakarta. Betapa susahnya untuk mencari pekerjaan. Maka dari pada, ia menjadi kriminal, lebih baiklah ia menjadi peminta-minta di bus kota. Begitulah alasan yang selalu diulang-ulang.

"Tolonglah saya, hanya untuk sekadar membeli makan pagi ini saja," pinta si pria gagah itu memelas sambil membungkukkan badannya dalam-dalam. Si pria itu kembali membungkuk sambil berkata terimakasih kepada setiap orang yang memberinya uang. Mengapa orang sampai bisa kehilangan harga diri seperti itu? Gagah-gagah kok mau membungkuk-bungkuk, hanya demi angsuran recehan! Dasar orang males, gerutu Jeng Sari.

Suatu sore, Jeng Sari membicarakan masalah 'orang tanpa harga diri' itu dengan Mas Thoyib, suaminya. Mas Thoyib yang sehari-hari berjualan buku itu mesam-mesem mendengarkan cerita Jeng Sari. Setelah menyeruput kopi instan, Mas Thoyib berkata, "Itu mah masih lumayan Jeng! Kan banyak tuh perempuan melacur, itu apa bukan orang yang kehilangan harga diri?" kata Mas Thoyib.

"Tapi masalahnya adalah, apakah orang-orang itu menjadi tidak mempunyai harga diri karena bawaan atau karena memang dipaksa tidak memiliki harga diri?" ulas Mas Thoyib.

"Maksud Mas, ada orang yang tidak memiliki harga diri karena memang dibuat seperti itu? Mereka dipaksa tidak memiliki harga diri atau membuang harga dirinya karena tidak punya pilihan lain? Mereka tidak akan seperti itu kalau pekerjaan bisa mudah didapat? Mereka tidak akan membuang harga dirinya kalau mereka mendapatkan pendidikan yang baik?"

"Lah iyalah Jeng! Kalau sebuah negara mengurus kesejahteraan warganya dengan baik, pekerjaan bisa gampang didapat, pendidikan tidak mahal sehingga bisa diraih semua orang, ya nggak mungkin to, atau setidaknya ya sedikitlah, orang mau membuang harga dirinya. Masa ada sih orang yang dengan sukarela mau kehilangan harga dirinya?"

"Wah, jangan apa-apa pemerintah dong! Kalau apa-apa pemerintah yang disalahin, ya nggak selesai-selesai to Mas."

"Jeng, Jeng! Saat semua harga pada naik, apa coba yang turun? Harga dirilah yang kemudian turun atau terpaksa diturunkan. Kalau sebagai warga, apalagi serba terbatas seperti kita ini, masih syukur bisa menjaga agar tidak kehilangan harga diri. Syukur-syukur lagi bisa membantu saudara, sahabat, atau orang dekat kita agar jangan sampai membuang harga dirinya. Tapi kalau semuanya, lagi-lagi harus warga juga, warga juga, lalu apa tugas pemerintah? Bukannya memang para pejabat, yang bekerja di pemerintahan itu kita bayar untuk mengurus warganya agar sejahtera?"

Jeng Sari lalu diam. Kalah seri rupanya. Ia mengangguk-angguk sambil mencomot donat. "Iya mas. Seharusnya memang seperti itu. Sayangnya mas, sebagian dari pejabat itu, orang-orang yang berkuasa itu juga tidak memiliki harga diri. Mereka memang tidak merunduk-runduk dan tetap berkepala tegak, tapi sebenarnya mereka hanya pura-pura saja memiliki harga diri. Nah karena mereka tidak memiliki harga diri, mereka lantas membuat atau memaksa orang lain agar kehilangan harga diri."

"Ya begitulah Jeng. Orang tanpa harga diri itu bukan hanya karena miskin dan tidak mempunyai pekerjaan. Memiliki pekerjaan tapi berselingkuh, alias mengkhianati pekerjaannya, sama saja juga dengan tidak punya harga diri," kata Mas Thoyib.

"Bener Mas, bener itu. Ada tuh jaksa, yang pekerjaannya jelas-jelas terhormat, ditangkap karena minta suap. Apa bisa dia disebut sebagai orang yang punya harga diri? Lalu ada pejabat yang tidur saat mengikuti seminar Presiden," kata Jeng Sari.

Sesaat pembicaraan serius itu terhenti. Hiro, anak pasangan Jeng Sari dan Mas Thoyib baru pulang dari ngaji. "Yah boleh nggak nonton TV?" tanya Hiro setelah masuk rumah dan mendekati ayah ibunya. Mas Thoyib mengangguk, dan lantas memencet remot control. Di televisi sedang ada berita seorang anggota DPR ditangkap KPK. Namanya Al Amin Nasution."Tuh Jeng. Nabi kan pernah mendapat gelar Al Amin, artinya orang yang bisa dipercaya. Ini anggota DPR, namanya Al Amin, kok malah tingkahnya seperti itu. Alamak," sinis Mas Thoyib.

Kamis, 03 April 2008

Selingkuh Dulu, Hancur Kemudian

Hidup selalu berkonspirasi untuk menghancurkan siapa pun, kata John Grisham. Tapi bagi Jeng Sari, bukan hidup, melainkan selingkuh yang menghancurkan siapa pun.

Dan malam itu sambil bersantai-santai, Mbak Tika dan Risma akhirnya ikut latah membicarakan masalah selingkuh. Gara-garanya televisi sudah berhari-hari memberitakan isu selingkuh pasangan selebritis dengan politisi.

Risma orang yang lugu dan sumeleh. Umur 25 tahun, hidung mancung dan cute, kulit coklat gelap tapi manis habis. Sayang karena hanya lulus SLTP dan tidak punya bakat akting, ia tidak jadi artis. Risma sejak 4 tahun lalu jadi asisten Jeng Sari. Ia menjaga Hiro, anak Jeng Sari dan mengerjakan semua tetek bengek urusan rumah jika editor berita itu tidak ada.

"Sampai sekarang aku juga tak bisa mengerti bagaimana bapakku selingkuh. Ibuku cantik, sabar dan baik," kata Risma pelan. Ayah Risma mengaku berselingkuh kemudian kawin siri dengan perempuan lain setelah istrinya melahirkan 11 anak.

Kata Risma, keluarganya dulu merupakan orang terkaya di kampungnya. Mereka memiliki rumah yang bagus dan kebun yang sangat luas. "Tapi sekarang tanah kami yang luas telah habis, tinggal rumah dan tanah hanya sejengkal. Kami anak-anaknya tidak ada yang dikuliahkan. Kata ibu harta kami habis dipakai ayah untuk selingkuhannya," cerita Risma sedih.

Mbak Tika sepakat dengan Risma, selingkuh hanya menimbulkan penderitaan. Guru TK yang mengikuti bisnis multi level marketing (MLM) itu mendapatkan ajaran, selingkuh alias tidak setia tidak akan membuat orang menjadi sukses. Kunci sukses, kata Mbak Tika, yaitu yakin dan setia.

"Pertama harus yakin kalau usaha yang dilakukan itu akan sukses. Kedua setia dengan bisnis yang dijalaninya. Kalau tidak setia, bisa gonta-ganti bisnis hanya karena tersandung masalah sedikit. Kalau gonta-ganti terus ya kapan suksesnya," jelas Mbak Tika.

Jeng Sari yang sejak tadi asyik membaca novel The Street Lawyer-nya John Gisham tiba-tiba ikut nimbrung. "Jangan salah Tik, selingkuh itu justru banyak dilakukan orang-orang yang sudah sukses. Anggota DPR dan pejabat yang gajinya sudah puluhan juta lebih banyak yang selingkuh dibandingkan rakyat biasa," kata Jeng Sari.

"Anggota DPR berselingkuh dengan pemerintah, hasilnya kenaikan harga BBM. Pemerintah berselingkuh dengan pengusaha, hasilnya revisi UU Tenaga Kerja. Semoga revisi itu diubah lagi karena ribuan buruh telah berdemo," tambah Jeng Sari.

Mbak Tika membatin, sebentar lagi kakaknya pasti akan menunjukkan koran untuk mendukung ucapannya. Dan benar saja, editor berita itu menaruh novel dan bergegas mengambil koran.

"Nih baca," sodor Jeng Sari pada Mbak Tika. Guru TK itu kemudian membaca judul yang disodorkan Jeng Sari. "Kemiskinan, Mereka Sering Tidak Makan," baca Mbak Tika.

Berita itu menceritakan seorang nenek pembuat sapu di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Si nenek, dua orang cucunya dan suaminya yang lumpuh sudah terlalu sering tidak makan sejak harga beras mencapai Rp 4.500 per kilo gram. Kata berita itu, tidak hanya nenek itu saja yang bernasib tragis, masih banyak penduduk kampung itu yang juga tidak bisa makan.

Jeng Sari lantas kembali menyodorkan koran kemarin. Headline koran itu berjudul "Orang Miskin Naik 50 Persen". Berita berbunyi, dampak buruk kenaikan BBM 6 bulan lalu ternyata sangat parah. Jumlah penduduk miskin bertambah drastis. Hingga Maret 2006, jumlahnya meningkat 50 persen dibandingkan tahun 2004.

"Nah itu bukti selingkuh anggota DPR dengan pemerintah selalu menyengsarakan rakyat," kata Jeng Sari kemudian.

"Apa sih bu, serius amat. Selingkuh itu katanya indah lho," goda Mas Toyib, suami Jeng Sari. Si editor berita tidak menjawab godaan itu. Ia malah menuju deretan kaset dan mengambil album Opick lalu menghidupkan tape recorder.

Lalu terdengarlah, ....nafsu jiwa yang membuncah, menutupi mata hati, seperti terlupa bahwa nafaskan terhenti. Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah, aladzim .....

: dimuat di detikportal 12/04/2006 13:32

Subhanallah Hingga Nauzubillah

Akhir-akhir ini ada kecenderungan elit politik memakai idiom-idiom yang membawa-bawa nama Tuhan. Terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengucapkan kata subhanallah dan nauzubillah.

Seorang kawan saya yang non muslim dan tinggal di Bali menanyakan apakah arti nauzubillah sebenarnya. Ia menebak-nebak kata nauzubillah sama arti dengan kata amit-amit jabang bayi. Saya pun tergelak.

Sebagai seorang muslim, saya memang sudah akrab dengan kata-kata nauzubillah. Kata itu biasanya diucapkan seseorang jika kaget atau tidak terima dengan sesuatu yang dikatakan buruk atau tidak benar tentang dirinya.

Kata nauzubillah berasal dari bahasa Arab. Tapi kata itu telah diserap dalam bahasa Indonesia. Dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan 1991, disebutkan nauzubillah merupakan kata seru untuk menyatakan rasa kaget atau terkejut. Makna sebenarnya kata nauzubillah adalah kami berlindung kepada Allah.

Presiden SBY seperti dikutip Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi misalnya mengucapkan kata nauzubillah karena tidak terima diberitakan telah menolak bertemu dengan Amien Rais cs. Selain mengucapkan kata nauzubillah, SBY juga mengucapkan subhanallah yang artinya maha suci Allah.

Sebelumnya kata nauzubillah juga diintrodusir Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir. SB, sapaan akrab Soetrisno, mengambil kata itu untuk menanggapi tuduhan dirinya menghamili penyanyi Pradnya Paramitha, istri Gustiranda.

Apa sih yang ingin ditampilkan oleh para elit politik dengan menyitir bahasa Arab itu? Teman saya beranggapan dengan menyitir bahasa Arab (terlebih mayoritas warga Indonesia adalah muslim), para elit itu terlihat lebih religius, sehingga ungkapannya akan lebih gampang dipercaya masyarakat dan tidak dikritisi lagi. Apakah benar demikian?

Kata Mochtar Pabottingi, bahasa bukanlah semata-mata alat komunikasi antara penguasa dengan rakyatnya. Tapi juga sarana strategis untuk berkuasa. Bahasa adalah ekspresi kekuasaan.

Sedikit menengok sejarah, Soeharto pernah dengan "pandainya" memanfaatkan bahasa menjadi ruang bagi pagelaran kekuasaanya. Lewat bahasa, penguasa Orba itu memproduksi simbol-simbol sebagai upaya mengkonsolidasi kekuasaaannya.

Soeharto mempopulerkan kata seperti subversif, OTB, PKI, ekstrim kanan, ekstrim kiri yang dikesankan sebagai "kejahatan" sehingga masyarakat pun menjadi takut mendengar kata itu.

Soeharto juga mengembangkan bahasa topeng, dengan melakukan penghalusan semantik sehingga meski terasa enak dan baik tampaknya, tapi kebenaran yang sesungguhnya tertutupi. Soeharto misalnya menyebut pelacur sebagai tuna susila, orang yang tidak memiliki rumah sebagai tuna wisma dan seterusnya.

Gaya topeng ini telah mengakibatkan pembusukan moralitas. KKN merupakan salah satu akibat paling kongkret dari gaya topeng ini.

Lalu apa agenda SBY mengintrodusir kata-kata yang membawa-bawa nama Tuhan? Apakah SBY ingin mengadopsi gaya topeng Soeharto, membawa-bawa nama Tuhan untuk menumpulkan kekritisan atas tindakan dan kebijakannya?

Jika demikian agenda SBY, tentu penyitiran kata-kata yang berbau religius tidak bisa dianggap remeh. Jangan sampai, seperti kritikan Sigmun Freud, agama hanya dijadikan pelarian dari realitas bangsa yang serba kesusahan. Karena yang namanya pelarian, sekalipun ke surga, tetaplah pelarian.

:dimuat di detikportal 26/04/2006 17:58

Selasa, 25 Maret 2008

Ayu Utami Soal Ayat Ayat Cinta

Film Ayat Ayat Cinta (AAC) kini telah tembus 3 juta penonton. Sebelum sukses filmnya, novel dengan judul ang sama juga laris manis. Setelah film rilis, novel AAC juga kembali diserbu pembeli.

Sayang meski laris manis, novel ini kurang mendapat apresiasi dari sastrawan atau kritikus sastra lainnya. Hanya sastrawan yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena (FLP), tempat bernaung penulis AAC Habiburrahman El Shirazy, yang memuji-muji novel ini.

Sementara di luar FLP, jarang kritikus sastra ataupun sastrawan yang tertarik atau telah membaca novel ini. Mayoritas sastrawan dan kritikus sastra yang dihubungi detikcom mengaku belum membaca, bahkan menyatakan tidak berminat membaca AAC.

Dari sedikit sastrawan yang telah membaca karya Kang Abik, panggilan Habiburrahman adalah Ayu Utami. Apa pendapat si penulis novel fenomenal 'Saman' ini? Berikut petikan wawancara detikcom dengan Ayu Utami:


Apakah anda sudah membaca novel atau menonton film Ayat-Ayat Cinta?


Saya sudah membaca novelnya. Tapi belum menonton filmnya.

Beberapa sastrawan dan pengamat sastra menyatakan tidak berminat membaca Ayat-Ayat Cinta. Mengapa anda membaca novel Ayat-Ayat Cinta?

Kalau saya kan memang harus mengikuti perkembangan perbukuan. Saya bagaimana pun bergerak di bidang penulisan, saya anggota Komunitas Sastra Jakarta, saya harus sering baca sastra, saya sering menjadi juri omba cerpen. Jadi membaca novel baru yang menjadi perbincangan wajib bagi saya. Senang atau tidak senang, saya harus membacanya.

Setelah membaca, apa kritik anda?

Ayat-ayat Cinta itu novel Hollywood, novel yang akan membuat senang pembacanya. Cara membuat senang itu dengan memakai resep cerita pop, misalnya berita happy ending, katakan yang orang ingin dengar, jangan katakan yang tidak ingin didengar.

Orang sekarang ingin mendengar petuah bijak, seperti ada sesuatu yang optimis, ada kebaikan di dunia ini.

Ayat Ayat Cinta ini, dari segi struktur cerita seperti cerita Hollywood tahun 1950-an. Bedanya, kalau Hollywood Kristen, ini islam. Endingnya mirip, yakni agama menang. Kalau di Hollywood, misalnya Winnetou masuk Kristen, kalau di Ayat-Ayat Cinta, yang perempuan (Maria, seorang Kristen Koptik) masuk Islam.

Samalah plotnya dengan cerita Hollywood tahun 1950. Laki-lakinya (Fahri, tokoh utama novel Ayat-Ayat Cinta) sangat jagoan, ia miskin, tapi bisa sampai Mesir dan tiba-tiba di Mesir, empat perempuan jatuh cinta semua. Hero banget, hebat dia bisa menaklukkan banyak perempuan.

Karakterisasi tokoh Fahri dalam novel itu, apakah cukup kuat untuk membuat para perempuan jatuh cinta padanya?

Kalau saya nggak tahu. Kenapa laki-laki ini bisa bikin perempuan jatuh cinta. Kalau yang Aisha (perempuan Turki yang kemudian menikah dengan Fahri) mungkinlah, karena ada konflik saat bertemu di metro, tapi bagaimana dengan tetangganya (Maria) bisa jatuh cinta habis-habisan, ini yang tidak tergarap.

Cerita novel ini sangat laki-laki, memenuhi keinginan dan impian semua laki-laki untuk dicintai banyak perempuan, yang perempuan istri pertama menyuruh dia kawin lagi. Lalu penyelesaiannya untuk kompromi simpel, perempuan yang istri kedua mati. Hollywood tahun 1950-an juga seperti itu. Kristen itu kan mengagungkan tidak menikah, jadi begitu tokoh utamanya punya pacar dimatikan. Nah di Hollywood itu tahun 1950-an, Indonesia baru tahun 2008.

Mengapa kemudian Ayat-Ayat Cinta ini sangat laris? Karena masyarakat kita masih di situ tahapnya, inginnya kisah-kisah yang hitam putih dan penuh optimisme seperti itu. Mungkin karena kita habis reformasi, lalu ada chaos, jadi kita ingin kisah yang menghibur seperti itu.

Di novel ini ada cerita tentang pindah agama, dan ini yang menjadi salah satu kontroversi. Menurut anda, apakah cukup kuat pelukisan sehingga ada alasan pindah agamanya Maria masuk akal?

Saya nggak tahu. Buat saya nggak penting kuat atau nggak. Orang pindah agama, dalam hidup sehari-hari, banyak sekali alasannya, ada yang terancam maut, lalu pindah agama . Ada yang karena kawin lalu pindah agama. Ada yang secara revolusioner, ada yang pelan-pelan atau evolusioner.

Ada yang keberatan dengan kisah pindah agama ini diangkat ke novel yang dikonsumsi publik, karena itu menunjukkan dakwah agar masuk Islam sehingga dikhawatirkan bisa mengganggu toleransi antar umat beragama di Indonesia. Pendapat anda?

Ini kan novel dakwah, jadi nggak apa-apa. Saya Katolik, menurut saya nggak apa-apa orang berdakwah. Memang kenapa kalau berdakwah? Kecuali penulisnya bilang, ini bukan novel dakwah. Dia mengaku ini novel dakwah, jadi sah saja.

Saya juga berdakwah, saya mendakwahkan ide-ide saya. Nggak papa ngajak masuk Islam. Kita mau ngajak masuk agama lain, nggak masalah. Namanya, rebutan pengikut agama itu biasa saja. Itu sebuah proses yang baik.

Persaingan agama itu merupakan hal yang baik, dengan adanya persaingan itu akan menghindarkan kekejaman atau represi dalam agama. Orang yang mengalami represi sebuah agama bisa pindah ke agama lain.

Kelompok yang berkeberatan dengan kisah masuk Islam ini menuding ada hegemoni soal kebenaran agama. Mereka mengandaikan bila yang sebaliknya yang dijadikan film?

Persoalan kita, negara ini kan mayoritas muslim, sebagian besar kurang berpendidikan. Saya kira melihatnya, soal kelompok garis keras menyerang kelompok non muslim itu harus dilihat dengan kaca mata yang lebih luas. Ini bukan persoalan agama, tapi persoalan sosial politik.

Saya kira hal yang sama juga terjadi, jika mayoritas negara ini Kristen misalnya dan ada orang Islam menghujat Kristen. Jadi nggak bisa dilihat dari kaca mata agama. Harus dari sosial politik, bahwa mayoritas cenderung akan cenderung akan berperilaku nggak bener. Kita harus pandai memisahkan hal-hal yang beruhubungan antara gama dengan sosial .

Ngomong soal film ya film. Nggak usah pakai film untuk menilai persoalan lain di masyarakat. Jangan campur adukkan kacamata. Pakai kacamata yang pada tempatnya.

Soal poligami, bagaimana pandangan anda?

Di luar novel itu, bagi saya, poligami tidak layak diteruskan. Itu sistem di masa lalu, tidak cocok untuk masa depan.

Kalau dalam novel ini, kasus poligami disikapi dengan pengecut. Dalam arti, sebagian besar perempuan tidak mau dipoligami. Bila pun ada, perempuan yang mau dipoligami itu, biasanya mereka sebagai istri kedua, ketiga, atau keempat.

Ya kita bisa lihat kasus Aa Gym, dia kehilangan pendukung begitu dia melakukan poligami. Jadi jelas sekali poligami tidak disukai perempuan. Novel ini kompromistis sekali. Ia tidak berani ekstrim, dia mengangkat wacana atau ideologi poligami, tapi lalu akhirnya buru-buru dimatikan. Dia hanya kembali ke titik yang happy ending, inilah resep cerita pop.

Apa kekuatan Ayat-Ayat Cinta sendiri sehingga bisa laris?


Judulnya kuat, ini mengingatkan pada Ayat-Ayat Setan, atau lagu Laskar Cinta. Kemudian enak dibaca, dia punya keterampilan menulis. Tapi saya kira kekuatan Ayat-Ayat Cinta ini adalah kemampuannya untuk menyenangkan, untuk mengkonfirmasi apa yang dipercaya
kebanyakan orang. Mental masyarakat itu merindukan orang untuk masuk ke agamanya, kita senang bila ada yang masuk agama kita. Di sini, masuk Islam, di Hollywood masuk Kristen.

Soal beberapa kalangan yang berpendapat Ayat-Ayat Cinta ini bukanlah sastra?


Tahun 1920 an sampai belakangan ini, saya kira batas sastra pop dan serius tidak ada lagi. Batasnya tidak terlalu ketat. Sebuah karya novel, apapun itu adalah kerajinan kata-kata. Tidak perlu dia ditempatkan sebagai sastra atau tidak.

Apa kelemahan Ayat-Ayat Cinta?


Paling lemah, kalau menurut saya, adalah nafsunya pada kebenaran. Begitu bernafsu untuk menunjukkan kebenaran. Tapi dia mengakui ini novel dakwah, jadi nggak masalah.

Tapi bagi saya, kalau sastrawan bernafsu untuk menyampaikan kebenaran itu tidak menarik. Sastra bukan untuk alat berdakwa, tapi untuk mempergulatkan nilai-nilai. Sastra itu selalu menghargai membuka persoalan. Bukan berakhir dengan kata amin seperti bila kita berada di masjid atau di gereja.

Ayat Ayat Setan di Balik Ayat Ayat Cinta

Film Ayat Ayat Cinta (AAC) memikat 3 juta penonton. Novelnya terjual lebih dari 400 ribu eksemplar. Sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda menyebut AAC sebagai puncak karya fiksi Islami.

Ahmadun yang adalah redaktur sastra Raepublika merupakan orang yang menawari novel itu untuk dijadikan cerita bersambung di Republika. Habiburrahman El Shirazy, si penulis novel, menjadi salah satu 'murid' saat Ahmadun memberikan pelatihan menulis dalam diklat penulisan di Al Azhar, Kairo Mesir.

Bagaimana kisah AAC diterbitkan menjadi sebuah novel? Apa pendapat Ahmadun yang juga seorang sastrawan itu tentang AAC? Berikut wawancaranya:


Bisa diceritakan bagaimana Ayat Ayat Cinta kemudian diterbitkan Republika?


Habib (Habiburrahman El Shirazy) itu salah seorang peserta diklat penulisan fiksi yang diadakan mahasiswa Mesir Al Azhar. Saya menjadi salah satu pembicara yang diundang ke sana. Terus dia pulang ke Indonesia bikin novel.

Awalnya dia mau menerbitkan sendiri lewat Basmala, penerbit milik Habib. Dia menelepon saya minta diberikan pengantar. Datanglah ke rumah saya di Pamulang.

Begitu ditunjukkan naskahnya, saya lihat judulnya menarik. Mengingatkan pada Ayat-Ayat Setan. Kok ada Ayat-Ayat Cinta? Orang pasti ingin tahu apa isinya. Nah lalu saya tawari agar dimuat sebagai cerita bersambung dulu di Republika. Saat itu saya belum membacanya, tapi sangat tertarik dengan judulnya.

Selain itu, saya niatnya menolong. Dia (Habib) itu kan korban kecelakaan. Ia ingin merintis pesantren dan penerbitan. Nah saya ingin meringankan. Dia setuju untuk dimuat di Republika maka jadilah cerbung di Republika.

Ternyata kemudian banyak yang tertarik dan mengirim SMS minta novel itu dibukukan. Ada beberapa penerbit yang juga menelepon ingin menerbitkannya. Tapi Republika kan punya penerbit buku sendiri dan setelah saya sampaikan penerbit tertarik dan lantas minta Habib untuk diterbitkan di Republika.

Apa kekuatan Ayat Ayat Cinta sehingga bisa laris?


Kekuatan pertama ya judulnya, seperti yang saya jelaskan tadi. Kedua, pada keteladanan tokoh Fahri. Menurut saya, ini merupakan puncak idealisasi fenomena fiksi islam. Saat itu kan lagi fiksi Islami berkembang sebagai sebuah fenomena. Kita belum menemukan puncaknya seperti apa. Kemudian muncullah Ayat-Ayat Cinta dengan mengangkat teladan tokoh yang menarik.

Teladan tokoh ini penting bagi pembaca muda maupun pembaca perempuan dan keluarga yang memang merindukan bacaan yang mencerahkan. Fahri ini mengandung keteladaan, bisa jadi teladan perjuangan, sikap keislaman. Dan itu ternyata pas untuk kebutuhan pembaca.

Kekuatan ketiga, romantismenya. Ini novel romantis yang Islami. Jarang kisah cinta segiempat didekati secara Islami. Di novel itu kan, pergaulan mereka sangat Islami.Ternyata masyarakat kita masih terpikat atau terpesona kisah yang romantis. Yang namanya novel romantis selalu laris. Misalnya novelnya Hamka.

Adakah faktor dari luar yang menyebabkan novel ini laris?

Mungkin saat itu masyarakat jenuh dengan novel yang mengumbar seks. Saya berpikir ini bisa jadi novel alternatif. Ini puncak fiksi Islami yang memberikan pencerahan, jadi banyak dicari.

Apakah saat menawari untuk jadi cerbung di Republika, anda sudah membayangkan AAC akan meledak?

Ini di luar bayangan saya. Saya memang membayangkan novel ini akan laris. Tapi kalau sampai best seller bahkan mega best seller itu di luar dugaan. Saya membayangkannya selaris buku Islami lainnya. Tapi kan ternyata bisa selaris bahkan mungkin lebih laris dari Saman Ayu Utami, ini luar biasa.

Apa kelemahan novel AAC?

Kekurangan? Pendekatan sastra murni belum masuk ke sana. Nilai sastra agak kurang. Tapi sebabagi novel pop yang Islami cukup kuat. Dalam pengkajian forum sastra yang akademis, novel ini dianggap novel pop saja, seperti karya La Rose dan Marga T, cuma Islami.

Soal tokoh Fahri bagaimana?

Sebagai novel pop yang romantis, tokohnya memang tidak beda jauh dengan dongeng, di mana yang dihadirkan tokoh impian. Ya laki-laki ideal menurut penulisnya ya seperti Fahri. Dalam realitasnya nggak ada. Namanya dongeng kan tidak membumi seperti cverita pangeran katak itu.

Anda sudah melihat filmnya?

Sudah. Untuk filmnya punya logika hiburan tersendiri. Di film sepertinya mengekploitasi romantisme, jadi betul-betul diekploitasi agar bisa nangis. Karakterisasi dan keteladanan Fahri kurang malah ada tambahan soal poligami sebagai pengembangan naskah. Tentu saya kecewa juga. Tapi di sisi lain saya mencoba memahami logika dunia hiburan.

Memang tidak sekuat novelnya. Tapi tetap ada manfaatnya, aspek pencerahan masih ada, misalnya sikap keilslaman Fahri yang membela perempuan dan tetap membawa Islam yang damai dan ramah.

Rabu, 12 Maret 2008

Ayat-Ayat Cinta, Kampanye Poligami & Perlawanan Atas Hantu

Film 'Ayat-ayat Cinta' (AAC) menjadi buah bibir akhir-akhir ini. Orang berbondong-bondong
mendatangi bioskop untuk menonton film ini. Tidak hanya anak gaul yang datang, tapi kelompok 'religius' yang dikenal 'mengharamkan' bioskop pun ikut pula antre untuk membeli tiket film ini.

Apa sih menariknya Ayat-Ayat Cinta? Seorang ibu-ibu pengajian sampai dua kali menonton film besutan Hanung Bramanto tersebut. Kata si ibu itu, film yang bertutur kisah cinta Fahri dengan empat perempuan itu, sangat bagus. Ia sampai terhanyut dan meneteskan air mata saat menontonnya.

Teman saya seorang lelaki yang suka dugem, memuji habis film ini. Katanya, dengan menonton
film itu ia bisa belajar tentang agama dan bisa mengerti indahnya Islam..

Tapi, seorang teman saya lainnya, perempuan berjilbab menyatakan, AAC sebagai film buruk. Saya tersenyum. Saya bisa menerka alasan teman saya ini. Ia adalah pelahab karya-karya
'serius'. Ia pembaca karya-karya Karen Amstrong dan Martin Lings. Ia tidak suka karya pop. AAC bagi teman saya itu, barangkali terlalu ringan dan kurang 'berisi'. AAC, katanya, kisah cinta yang tidak masuk akal yang dibungkus 'agama'. "Saya nggak mau dibodohi dengan karya seperti itu," ketus teman saya.

Jadi apa menariknya AAC? Kalau saya tertarik AAC karena kontroversinya. Seorang ulama berpendapat, film ini lebih berbahaya daripada film maksiat. Menonton film ini lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi umat Islam. Mengantre film ini misalnya, membuat
seorang muslim sampai melupakan kewajiban utamanya, yakni salat. Saking banyaknya dampak negatif film ini, Ayat-Ayat Cinta pun diplesetkan menjadi Ayat-Ayat Setan.

Kelompok yang peduli soal gender, mengkritisi film ini sebagai ajang kampanye poligami terselubung. Pasalnya Fahri, tokoh utama AAC, yang digandrungi empat orang perempuan (Aisha, Maria, Nurul dan Noura), akhirnya menikah untuk kedua kalinya. Padahal ia telah
sepakat dengan syarat Aisha, istrinya untuk hanya mempunyai satu istri. Dalam AAC, memang akhirnya Maria, si istri kedua dimatikan. Namun, empat perempuan pemuja Fahri itu, dikisahkan semua setuju dan ikhlas dipoligami. AAC memberikan kesan bahwa poligami bukanlah kemauan laki-laki, melainkan desakan perempuan kepada laki-laki.

Satu lagi kontroversinya adalah soal pindah agama. Maria, yang seorang Kristen Koptik, istri kedua Fahri akhirnya masuk Islam. Adegan ini dikritik tidak peka atas kerukunan beragama.

Terlalu serius kontroversi tersebut? Ha ha ha ha, bisa saja. Tapi juga bukan tidak mungkin kontroversi itu bukanlah persoalan yang bisa dianggap 'hanya dilebih-lebihkan'. Soal kontroversi ini, silakan saja bagaimana anda menyikapinya.

Bagi saya, terlepas dari kontroversi yang makin melambungkan film ini, AAC adalah sebuah fenomena. Saya senang film ini disukai dan laris. AAC, menurut saya adalah kisah sukses perlawanan atas hegemoni rumus film laris. Selama ini, seperti ada rumusan tidak tertulis bahwa film yang laris adalah fim horor dan kisah cinta ABG. Maka film-film hantu dan cinta
ABG bertaburan di bioskop.

Tapi ternyata Ayat-Ayat Cinta yang tidak mengangkat kedua tema tersebut, justru meledak. Hanya dalam waktu kurang 2 minggu diluncurkan, menurut humas MD Picture
yang memproduksi film ini, 2,5 juta orang telah menonton film ini.

Saya berharap fenomena AAC akan menjadi trend baru bagi perfilman Indonesia. Setelah film Fatahillah yang sempat menggemparkan itu, film 'agamis' nyaris hilang dari perfilman Indonesia. Saya berharap lahirnya AAC akan diikuti munculnya film-film agamis lainnya. Harapan saya ini semoga tidak berlebihan, apalagi Hanung menjanjikan setelah AAC ini, ia akan menggarap
film KH Ahmad Dahlan. Jadi selamat datang film-film agamis!

Senin, 10 Maret 2008

Cepat Pintar


Duh sayang, nggak kerasa kamu sudah gede. Sudah bisa jalan dan pintar. Padahal selalu ibu tinggal kerja. Pagi hanya sebentar menemanimu. Malam juga sekejap menggendongmu sebelum kau tidur. Maafkan ibu ya sayang.

di Langkawi


Foto sebentar di Langkawi, Malaysia, sebelum makan siang usai naik cable car. Sayang aku lupa nama tempat ini.

Rabu, 27 Februari 2008

Kepemimpinan 'Partnership' Suami

oleh: Zaim Uchrowi

Selama juli kemarin, saya dan anak-anak empat kali ditinggal istri. Mula-mula ia pergi ke Singapura. dua hari disana. Senin berikutnya, ia terbang ke Kamboja dan baru pulang Jum'at malam. Seninnya lagi, ia berangkat ke Srilangka.lagi-lagi pulang jumat. Dua hari kemudian ahad, ia terbang ke San Fransisco, hingga ahad berikutnya.

Situasi itu tak lazim bagi kebanyakan keluarga kita. Bagi keluarga saya yang demikian itu sudah semakin menjadi biasa. Ira istri saya, belakangan ini semakin sering pergi. Dalam sebulan, rata-rata ia tiga kali keluar negeri. terutama sejak ia ditunjuk sebagai manajer Divisi Vendor Compliance untuk wilaya Asia Tenggara.

Tahun lalu Ira hanya menangani 80 pabrik di Indonesia. mulai dari Medan, Batam-Bintan hingga Pasuruan. Dengan pekerjaaanya itu, Ira harus memastikan bahwa 80.000 buruh yang bekerja untuk pabrik-pabrik suplier perusahaanya-sebuah industri garmen Amerika dan kini terbesar sedunia-mendapat perlakuan secara memadai. Setidaknya agar mereka tidak diperas pabrik, mendapat haknya secara wajar, mendapat lingkungan kerja yang memadai untuk ukuran industri, serta keselamatan kerjanya pun terjamin.

Tahun ini jangkauan Ira diperluas. Kini ia harus bertanggung jawab atas kondisi pekerja sekitar 350 pabrik di Asia Tenggara. Indonesia tentu saja Singapura, Malaysia Kambojadan Brunei. Ia harus memonitor secara detil iklim kerja diseluruh pabrik tersebut, sekaligus mempelajari undang-undang tentang ketenagakerjaan setiap negara. Ia harus berdebat dan 'menaklukan' para pengusaha yang nakal, sekaligus meyakinkan kawannya dari divisi lain yang berkepentingan menjalin bisnis dengan pengusaha tersebut. Hampir semua mereka beretnis Tionghoa dari berbagai negara. Tak satupun Melayu.

Saya Insya Allah, tidak terganggu sama sekali dengan kesibukan Ira yang sangat padat tersebut. Setidaknya sejak saya memutuskan untuk memperistri Ira, 1987 lalu. Sedari kecil ia bukan sosok yang "baik-baik" tinggal di rumah. Mungkin karena kehilangan figur ayahnya yang meninggal , ia mencari lewat berbagai kegiatan. Drama di waktu SD, pramuka dan kegiatan Masjid di waktu SMP, serta Osis (ia salah seorang ketua) di SMU.

Saat menikah, ia baru kuliah tingkat satu. Saya harus hijrah kembali ke Jakarta (dari Surabaya) sedangkan ia berada di Malang, sambil harus membesarkan anak seorang diri. Ira dapat menyelesaikan kuliahnya tepat waktu di Universitas Brawijaya bahkan menjadi salah satu lulusan terbaik di fakultasnya.

Kemudian, tujuh tahun digerakan konsumen memberinya akses yang luas pada jaringan Internasional. Para aktifis gerakana yang mempromosikan ASI-dan menentang penggunaan susu formula bagi bayi-dunia terutama dari kalangan IBFAN (International Baby Food Action Network) mengenalnya dengan baik. Desember lalu ia bahkan diminta oleh IBFAN untuk mewakili Asia-kemudian bahkan Dunia-untuk menerima penghargaan Right Liverhood Award yang di Swedia diisitilahkan sebagai "Nobel Alternatif".

Ira di usianya kini 31 tahun-berpidato di depan parlemen Swedia. Lengkap dengan jilbabnya pula. Esoknya, fotonya pun muncul dibeberapa surat kabar setempat. Juli, di tahun yang sama Ira juga memberi pidato puncak pada sekitar 500-an manajer perusahaanya dari seluruh dunia di San Fransisco. "Dari sepuluh ribu karyawan di seluruh dunia, kurang dari sepuluh yang
muslim. Itu pun hanya saya yang berjilab", katanya.

Ia terpilih untuk mewakili sebagai Vendor Compliance Officer terbaik di seluruh dunia. Haruskan saya, sebagai pimpinan rumah tangga, membunuh seluruh potensi itu dengan memaksanya untuk tinggal di rumah? sedangkan ia terbukti mampu berbuat banyak untuk masyarakat, menyelamatkan banyak generasi mendatang dengan mempromosikan ASI, memperjuangkan nasib puluhan ribu buruh pabrik (termasuk memperjuangkan hak buruh-buruh etnis Champa untuk memperoleh Mushalla di Kamboja), juga menjadi "PR Islam" untuk lingkungannya, yakni bahwa seorang muslim, baik laki-laki atau perempuan dapat menjadi seorang yang terbaik, intelektualitas maupun profesionalitas.

Apakah dengan begitu kepemimpinan saya sebagai suami goyah?. Apakah saya tak mampu menghidupi keluarga saya bila Ira menghentikan kariernya? Insya Allah tidak. Saya tidak menyoal sama sekali ayat populer "Arrijalu qowwamuna' alannisa," meskipun banyak tafsir yang berkembang soal ayat itu.Saya bertanggung jawab sepenuhnya terhadap 'arah dan 'warna' keluarga saya. Hanya barangkali pola kepemimpinan saya sedikit berbeda dengan pola kepemimpinan kebanyakan suami.

Sampai sekarang pun, jika mau saya dapat menggunakan otoritas saya sebagai pemimpin keluarga tanpa Ira dapat menolaknya. Tapi saya merasa , cara kepemimpinan demikian tidaklah benar. Di masa sekarang, apalagi mendatang, gaya kepemimpinan 'partnership' lebih sesuai dibandingkan dengan gaya kepemimpinan 'otortier' (maaf sebenarnya ini bukan istilah yang
tepat), dalam keluarga sekali pun. Dalam gaya kepemimpinan ini, yang menjadi kunci bukan lagi dominasi sikap, pemikiran ataupun tindakan suami. Baik itu disampaikan secara tegas, maupun dengan sangat halus dan lembut. Dalam kepemimpinan 'prtnership' yang lebih diperlukan adalah diskusi, dialog untuk mendapatkan format yang terbaik dalam keluarga. Dialog tersebut harus terus dikembangkan karena setiap hari kita menghadapi situasi baru. Indikator sederhana tingkat dialog tersebut adalah seberapa sering suami istri mendiskusikan situasi, keadaan, pola, hingga posisi yang dikuasai masing-masing dalam berhubungan intim.

Dengan pola kepemimpinan ini, pemimpin tidak menempatkan diri untuk "menggurui" atau mendikte. Walaupun dilakukan secara halus. Pemimpin perlu menempatkan diri sebagai moderator yang cerdas, yang mampu mengeksplorasi seluruh gagasan dan pikiran anggota keluarga, lalu membuat sintesa yang paling baik dan diterima semua pihak. Acapkali suami 'takut' untuk berdiskusi. Banyak suami tidak siap bila sang istri mengambil peran yang cukup besar di rumah tangga dan merasa "kehilangan harga diri". seolah tugas suami selalu mencari nafkah, sedangkan adalah tugas istri adalah menangani seluruh tugas domestik atau pekerjaan rumah tangga.padahal cukup banyak variasi yang dimungkinkan dalam pola hubungan suami-istri. Semuanya tergantung dari karakter masing-masing pihak.

Pola hubungan Muhammad-Khadijah sangat berbeda dengan pola hubungan Muhammad-Aisyah. Karakter keluarga saya, kebetulan lebih dekat dengan pola pertama dibanding kedua. Tanpa banyak diskusi, saya khawatir, kebahagiaan keluarga yang diidamkan hanya akan dicapai secara semu. Perempuan dan anak-anak akan cenderung menajdi 'korban'. Acapkali istri terpaksa menerima 'kodrat-nya', mengubur dalam-dalam potensinya untuk dapat berperan langsung dalam masyarakat, sepenuhnya menjadi 'mahluk domestik', sekedar menjalankan fungsi reproduksi (yang tidak mungkin tak merasakan kenikmatannya sebagaimana yang dirasakan sang suami), serta kehilangan identitas dirinya karena ia telah menjadi "ummu....atau umminya..."

Saya bukan penganjur wanita untuk berkarier dan saya juga bukan saya juga bukan penganjur wanita untuk dirumah saja...setiap orang punya kecenderungan masing-masing. Biarkan kecenderungan itu tumbuh tanpa dipatahkan . Tinggal bagaimana mengelolanya secar baik, sesuai dengan keadaan masing-masing. Khadijah adalah insvestor bisnis perdagangan antar bangsa pada zamannya. Barangkali sekelas George Soros atau Rupert Murdoch sekarang. Sedangkan Aisyah mewarnai rumah tangga dengan kemanjaannya. Muhammad saw tidak memukul rata mereka untuk menjadi seragam: istri adalah penunggu dan pekerja domestik bagi suami dan anak-anak.

Bagi suami dengan pola kepemimpinan 'partnership' istri di rumah atau berkarier sama baik. asalkan pilihan itu sudah dipertimbangkan secara cermatdan benar-benar menjadi pilihan hati sang istri. Pemaksaan apakah untuk tinggal di rumah atau untuk bekerja, pada dasarnya mengingkari prinsip islam agar setiap umatnya kritis, berhati tulus dan berfikir merdeka hanya dengan mengilahkan-Nya. Sayang banyak suami yang lebih banyak mengikuti naluri primitifnya male chauvinistic ketimbang menengok teladan Muhammad terutama dalam berkeluarga denagn ummul mukminin, Khadijah) meskipun sambil mengutip hadits.

Bisa saja pendapat saya ini keliru karena keterbatasan ilmu agama saya. tapi saya berdoa, mudah-mudahan Allah memberi jalan yang baik bagi keluarga saya. jalan baik itu , Insya Allah hanya akan diberikan bila suami istri saling respek. Secara lahiriah , itu kami wujudkan setiap habis sholat berjama'ah. Ira selalu mencium tangan saya dan saya ganti mencium tangan Ira. Saya akan memijat kaki Ira, bila ia capek. ia pun akan memijat kaki saya bila saya capek. bagi saya Ira bukan hanya istri, ia juga sahabat terbaik saya.


Sabtu, 23 Februari 2008

Hantu Makan di Malaysia

Setelah berputar-putar mengunjungi sejumlah obyek wisata di Langkawi, Malaysia, akhirnya kami mampir di sebuah restoran di pinggir jalan. Namanya restoran Nelayan, berdiri di Jalan Bukit Malut, Langkawi.

Meski namanya restoran, jangan bayangkan tempat itu merupakan sebuah restoran besar nan mewah seperti umumnya restoran di Jakarta. Tampilan restoran Nelayan hampir mirip sebuah warung Tegal (warteg) atau kafe tenda di pinggiran jalan di Jakarta.

Namun bedanya, jika warteg dan kafe tenda Jakarta, bising oleh lalu lalang lalu lintas dan asap kendaraan bermotor, Restoran Nelayan sungguh berbeda. Udaranya sejuk, sebab ada sebuah hutan kecil di samping restoran. Sambil makan, pengunjung pun bisa melihat sejumlah kera bermain-main di ranting pohon.

Menu yang disajikan di restoran ini, sesuai namanya, adalah masakan seafood, aneka ikan, cumi-cumi dan lalapan. Pengunjung bisa memilih sendiri menu yang akan dimasak. Kami meminta ikan untuk dibakar, sementara cumi-cumi digoreng.

Saat disajikan, aroma ikan bakar sungguh menggoda. Lalapan dari daun jambu mede, timun dan selada sudah kami siapkan di meja. Dan tidak lupa sambalnya, yang wow pedasnya sungguh berasa.Kami, empat wartawan dari Indonesia dan dua peneliti ISIS Malaysia, Ibu Wan Portia Hamzah dan Ibu Zainab dengan bersemangat langsung menyantap hidangan tersebut. Makan di restoran Nelayan seolah menebus keluhan kami yang belum menemukan makanan yang 'nendang' selama empat hari berada di Kuala Lumpur.

Di Malaysia, Restoran Nelayan, meski kecil dan sederhana, cukup di kenal namanya. Sejumlah menteri Malaysia yang datang ke Langkawi, banyak yang sudah mencicipi makanan olahan Bapak Abdul Rasyid Hasyim ini.

Soal rasa, menurut saya sih, hampir sama dengan masakan seafood yang tersebar di sejumlah pinggir jalan di Jakarta. Tapi tempatnya yang sungguh berbeda dengan pemandangan alami hutan lengkap dengan kera-kera berlompatan, sungguh menimbulkan atmosfir yang berbeda . Maka jangan heran jika di Restoran Nelayan, kami pun jadi "hantu makan". Ini sebutan orang Malaysia untuk seseorang yang sangat suka makan.

Selasa, 19 Februari 2008

Polisi Malaysia


Ibu Suzanna Masmir, Wakil Kepala Polisi Diraja Malaysia Dato Ismail Haji Omar dan aku di Markas Besar Polisi Malaysia.

Polisi Malaysia digaji besar. Mereka juga diwajibkan memakai pin bertuliskan "Saya Anti Rasuah". Rasuah artinya korupsi.

Tapi beberapa orang di Malaysia memplesetkan "Saya Anti Rasuah" dengan "Saya Nanti Rasuah".

Korupsi tetap banyak dilakukan oleh polisi Malaysia. Menurut salah seorang aktivis TKI, TKI biasanya menyuap polisi Malaysia dengan menyatakan, ini uang untuk minum.

Perempuan Malaysia

Aku dan Dirjen Kementerian Pembangunan, Keluarga dan Masyarakat Malaysia. Perempuan Malaysia juga membenci poligami. "Di dunia bagian mana pun tidak ada perempuan yang mau dipoligami," kata Menteri Perempuan Malaysia Shahrizat.

Kamis, 17 Januari 2008

Soeharto: Die Hard 1

Soeharto: Die Hard (1)

1.Hari-Hari Akhir Jenderal Besar

Januari 2008 mantan presiden Soeharto kritis. Untuk kesekian kalinya, Soeharto yang setelah lengser sejak 1998 berkali-kali jatuh sakit, kembali harus dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Tapi kali ini, kesehatan Soeharto benar-benar memburuk.

Pria yang memimpin Indonesia selama 32 tahun ini harus menginap di rumah sakit sampai belasan hari. Selama di rawat itu pun ia berkali-kali mengalami kritis. Sejak masuk RS pada 4 Januari 2008, kondisinya terus naik turun. Membaik. Menurun. Gawat. Kritis. Masih kritis. Sangat kritis. Membaik. Begiru kata yang sering dilansir tim dokter kepresidenan untuk menggambarkan kondisi kesehatan Soeharto.

Sepanjang tahun 1999-2007, Soeharto berkali-kali masuk rumah sakit. Awalnya ia mengalami stroke ringan pada 20 Juli 1999. Akibat stroke itu, mulut Soeharto menjadi miring, ia pun harus dirawat selama 10 hari di RSPP sebelum akhirnya diperbolehkan pulang. Namun sebulan berselang, Soeharto harus dirawat lagi karena mengalami pendarahan di usus saat hendak mengambil air wudu untuk salat subuh di kediamannya.

Tahun 2000, mantan presiden ini tercatat 3 kali dibawa ke rumah sakit. 2001, Soeharto menjalani operasi usus buntu dan untuk pertama kalinya dipasang alat pacu jantung permanen. Akhir tahun ia dinyatakan kritis dan dibawa kembali ke RSPP. Namun meski kritis Soeharto selamat. Bahkan tahun 2002, Soeharto berziarah ke makam Tien Soeharto di Astana Giribangun, Mangadeg, Karanganyar. Dia tampak sehat dan segar serta mampu berjalan sendiri tanpa dipapah maupun menggunakan tongkat.

Selanjutnya tahun 2003, kesehatan Soeharto kembali memburuk dan dilarikan ke RSPP karena mengalami pendarahan di saluran pencernaan. Tahun 2004, pendarahan saluran pencernaan kembali menyerang Soeharto.Tahun ini Soeharto dibawa ke RSCM dan diperiksa tim dokter independen. Tiga kali memeriksa, tim dokter RSCM menyatakan, Soeharto menderita cacat psikologi permanen.

Tahun 2005, Soeharto masuk RSPP lagi dengan sakit yang sama, pendarahan usus. Namun, tim dokter menilai kondisi Soeharto relatif cukup aman sehingga ia pun boleh pulang.

Kemudian tahun 2006, setelah tampil di muka publik dalam beberapa kesempatan seperti pernikahan cucu dan pertemuan dengan mantan PM Singapura Lee Kuan Yew, Soeharto lagi-lagi dirawat di RSP Pertamina. Kali ini Soeharto kritis. Keluarga Cendana menyatakan pasrah jika Soeharto dipanggil Tuhan sewaktu-waktu.Namun ternyata Soeharto membaik. Bahkan tahun berikutnya 2007, tidak ada kabar Soeharto masuk rumah sakit lagi. Hingga kemudian tahun 2008 ini ia kembali masuk rumah sakit dan dinyatakan kritis.

Bila merunut riwayat sakitnya, terlihat Soeharto sungguh tangguh. Berkali-kali sakit selama bertahun-tahun, ia selalu lolos dari maut. Ia sakit, sembuh. Sakit lagi, membaik. Kritis, membaik dan selamat. Begitu kejadian berulang-ulang, selalu lolos dari maut. Orang yang kagum dengan Soeharto, bilang, mantan presiden ini sungguh sakti. Banyak orang yang percaya Soeharto memiliki kesakten alias kesaktian sehingga bisa selalu lolos dari maut.

Soeharto sebagai orang Jawa, diyakini melakukan laku atau ritual mistis sehingga ia memiliki kesaktian. Orang-orang dekat Soeharto pun membenarkan. Pria kelahiran Desa Kemusuk, Argomulyo, Godean, Yogyakarta itu pernah berguru spiritual kepada Romo Marto Pangarso. Menurut cicit Romo Marto, Lia Hermin Putri, Soeharto baru bisa meninggal bila pulung dan ageman atau jimat pusaka yang dipakainya dicabut.

Tapi lepas dari sisi mistis yang mengelilinginya, sosok Soeharto benar-benar tangguh. Ia tak ubahnya polisi John McClane. Dalam film Die Hard, polisi yang diperankan Bruce Willis ini nggak ada matinye.

Lagi-Lagi Kembali ke Kiai Maja

Jumat, 4 Januari 2008. Hari sudah siang. Jalan Cendana seperti hari-hari biasanya, sepi. Mantan presiden Soeharto berada di rumahnya. Sudah lima hari ia tidak sehat. Pria sepuh ini merasa lemas. Tubuhnya bengkak-bengkak.

Tim dokter sudah berusaha memberikan tindakan medis di rumah tetapi rupanya tidak memadai. Akhirnya dengan diantar putri tertuanya, Siti Hardiyanti Rukmana, sekitar pukul 13.00 WIB, pria sepuh itu kemudian dibawa ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Rumah Sakit di Jalan Kiai Maja, Jakarta Selatan itu sudah menjadi langganan Soeharto bila sakit.

Pukul 14.30 WIB, Soeharto sampai di Rumah Sakit dan dirawat di lantai 5B Belida, president suite I-II nomor 536 untuk menjalani rawat inap. M Assegaf, pengacara Soeharto, menyatakan tidak ada yang serius dengan penyakit pria berumur 87 tahun itu. Ketua tim dokter Soeharto, Dr Mardjo Soebandono juga menyatakan hal senada. Menurut Soebandono, Seoharto hanya menjalani check up biasa.

Meski dinyatakan tidak ada yang serius, perawatan yang dilakukan terhadap Soeharto tidak main-main. Mantan presiden itu harus menjalani USG dan CT Scan. Ia juga dipasangi infus dan alat pengontrol cairan tubah (CVC).

Pjs Direktur RSPP Djoko Sanjoto dalam jumpa pers menyatakan, Soeharto dibawa ke rumah sakit setelah merasa lemas akibat kadar hemoglobinnya rendah. Ia juga mengalami penimbunan cairan di seluruh tubuhnya. Meski mengalami penimbunan cairan di seluruh tubuhnya, Soeharto masih sadar 100 persen.

Menyusul masuknya Soeharto, seperti biasa penjagaan RSPP diperketat. Tiga satpam tampak berjaga-jaga di depan kamar Soeharto. Lorong yang mengarah ke ruang president suite, tempat Soeharto dirawat, dipasangi sekat kayu setinggi 1 meter yang dilapisi kain warna putih.

Malam harinya, anak-anak Soeharto telah berkumpul di RSPP. Tutut, Titik, Mamik, Bambang dan Sigit menemani mantan presiden tersebut. Mantan Pangkostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto yang merupakan mantan menantu Soeharto, konglomerat Sudwikatmono dan mantan KSAD Jenderal (Purn) Wismoyo Arismunandar dan mantan Mensesneg Moerdiono juga datang. Hanya Hutomo Mandala Putra alias Tommy yang belum muncul.

Presiden dan Wapres Membesuk

5 Januari 2008, Memasuki hari kedua dirawat, kondisi kesehatan Soeharto semakin menurun. Keadaan umumnya masih lemah, tekanan darah 80/50, mmHg jantung dan paru-paru masih belum membaik dengan obat-obatan yang diberikan. Penumpukan cairan di seluruh tubuh makin bertambah, terutama di paru-paru. Pemeriksaan di laboratorium memperlihatkan Hb Soeharto menurun 8,3 gr% dan fungsi ginjal juga makin turun.

Tim dokter berhasil mengurangi cairan yang menumpuk di bagian tangan dan kaki Soeharto. Namun cairan yang berkumpul di perut belum bisa diatasi. Ketua Tim Dokter Kepresidenan Dr Mardjo Soebiandono. menyatakan, sakit Soeharto sangat komplek. Fungsi jantung, paru-paru dan ginjalnya, menurun. Kesaksian Fuad Bawazier dan Haryono Suyono, yang datang menjenguk mantan penguasa 32 tahun Indonesia itu, Soeharto dalam keadaan kritis. Menurut Haryono, ada 40 dokter yang menangani Soeharto.

Pada hari ini, Presiden SBY menjenguk Soeharto. SBY datang sekitar pukul 11.00 WIB dan kunjungan itu berlangsung sekitar 12 menit. Menurut Haryono, Pak Harto masih bisa bicara. Dia bahkan mengucapkan terima kasih telah dijenguk Presiden SBY.

Presiden SBY yang hanya diam saat membesuk Soeharto di RSPP. Tapi ternyata SBY kemudian menggelar jumpa pers di Kantor Presiden . SBY menyampaikan kondisi Soeharto yang kritis dan mengimbau memanjatkan doa. "Setelah menjenguk kondisi Pak Harto, saya mendapat laporan dari tim dokter, beliau dalam kondisi yang kritis," kata SBY yang didampingi Wapres JK.

Turut hadir di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Sabtu, 5 Januari 2008, antara lain 3 Menko, Seskab Sudi Silalahi, Mensesneg Hatta Rajasa, Menag Maftuh Basyuni, dan Ketua Wantimpres Ali Alatas.

SBY menyatakan, pemerintah memberikan bantuan medis kepada Pak Harto,
seperti dilakukan kepada mantan presiden sebelumnya. Tim dokter kepresiden dan tim dokter RSPP bekerja sama melakukan yang terbaik.

"Kita berdoa saja. Semoga langkah-langkah yang kita ambil ini dapat berjalan baik," ujar SBY yang mengenakan batik lengan panjang warna hijau.

Setelah SBY, berturut-turut datang Mantan Menhankam/Pangab 1998 Kabinet Pembangunan VII Wiranto, Menkes Siti Fadillah Supari dan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.

Kemudian pukul 14.15 WIB, usai mendampingi jumpa pers SBY, Wapres Jusuf Kalla bersama Menag Maftuh Basyuni , Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, salah satu Ketua MUI Amidhan dan pimpinan MUI menengok Soeharto.Rombongan Wapres ini memanjatkan doa bagi kesembuhan Soeharto. Penguasa Orba itu meresponsnya dengan menggerakkan kepala. Pembacaan doa untuk Pak Harto dipimpin Ketua MUI Maruf Amin.

Sore harinya sekitar pukul 15.50 WIB, giliran Ketua DPR Agung Laksono yang datang. Selang satu menit, datang mantan Menteri Koperasi era Soeharto Bustanil Arifin bersama istri. Usai menjenguk, Agung meminta pemerintah mengantisipasi jika sesuatu terjadi dengan penguasa orde baru itu. Ia juga meminta agar masalah hukum Soeharto tidak diutak-atik dulu.

Malam harinya, Soeharto berangsur mambaik tapi belum melewati masa kritis. Bengkak-bengkak di tangan dan muka penguasa Indonesia selama 32 tahun itu sudah mulai berkurang. Dokter berhasil mengeluarkan 250 cc cairan dari tubuh mantan Presiden Soeharto.

Malam hari, Pak Harto tertidur didampingi oleh adiknya Probosutedjo dan putrinya, Mbak Tutut. Tommy yang pada hari pertama belum muncul, pada malam hari kedua dirawat itu juga sudah ikut menunggui ayahnya. Malam itu Soeharto bisa tidur dengan tenang.

6 Januari 2008. Hari ketiga dirawat, kondisi Soeharto lebih menggembirakan. Soeharto sudah bisa tertawa dan wajahnya terlihat cerah. Pembengkakan di sekujur tubuh Soeharto sudah hilang, terutama pembengkakan di kakinya. Pak Harto juga sudah mencoba makan bubur. Ia pun masih bisa mengenali orang-orang yang datang menjenguk.

"Bapak sudah bisa tertawa kok. Sudah bisa salaman serta mukanya sudah memerah tidak pucat lagi kayak kemarin," kata mantan Menteri Peranan Wanita Mien Sugandhi seusai menjenguk Soeharto.

Sementara itu mantan pejabat terus berdatangan menjenguk Soeharto. Seperti mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, mantan Menaker Theo L Sambuaga, mantan Menteri Kehakiman Oetojo Oesman, dan mantan menteri Peranan Wanita Tuti Alawiyah.

7 Januari 2008. Hari keempat. Soeharto dinyatakan sudah lepas dari masa kritis. Nafsu makannya juga membaik. Namun kondisinya masih lemah. Tekanan darah penguasa Orde Baru itu stabil pada angka 110-120 mmhg. Jantung dan paru-paru Pak Harto juga memperlihatkan perbaikan. Penumpukan cairan di seluruh tubuh berkurang.

Satu lagi kemajuan kondisi kesehatan Pak Harto. Dia sudah bisa pipis sendiri ke WC. Namun saat berjalan ke kamar mandi, penguasa Orde Baru itu tetap ditemani. Soeharto juga sudah diperbolehkan menyantap makanan yang lunak.

Pada hari keempat sakit ini, polemik soal kasus hukum Soeharto kembali muncul. Ketua MPR Hidayat Nurwahid meminta agar kasus Soeharto segera diselesaikan. Sementara Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Priyo Budi Santoso meminta agar Soeharto dimaafkan dan kasus hukumnya dihentikan.

Sementara Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan Presiden SBY tidak bisa memberikan pengampunan terhadap Soeharto. Penguasa Orde Baru itu sama sekali tidak memenuhi kriteria untuk menerima pengampunan dari Kepala Negara atas kasus hukum yang melibatkannya.

"Pengampunan itu hanya grasi, abolisi, amnesti dan rehabilitasi. Empat alasan itu tidak bisa dipergunakan (pada Soeharto)," kata Jaksa Agung Hendarman Supandji, di Kantor Presiden.

Keluarga Soekarno Memaafkan

8 Januari 2008. Kesehatan Soeharto menurun memasuki hari kelima dirawat. Produksi urin menurun dan terjadi penumpukan cairan pada paru-paru. Ada tanda-tanda adanya pendarahan melalui urin dan feses sehingga HB turun hingga 7,6 gram persen. Dokter membantah Soeharto koma. Namun dokter melarang Soeharto menerima tamu.

"Tidak betul (Soeharto koma). Kesadaran beliau baik. Beliau dalam keadaan sadar, tidak koma," kata kata Ketua Tim Dokter Kepresidenan, Dr Mardjo Soebiandono. Sebanyak 25 dokter ahli dikerahkan untuk menangani Soeharto. Saat malam hampir larut, Menkes datang menengok Soeharto.

Sementara itu polemik soal kelanjutan kasus Soeharto terus berlanjut. Di antara polemik itu, ada tanggapan dari pihak Megawati Soekarnoputri. Pada akhir hidupnya, ayah Mega, mantan Presiden Soekarno tidak mendapat perawatan yang layak saat sakit. Namun Mega menyatakan tidak dendam terhadap Soeharto. Mega mengaku sudah memaafkan kesalahan Soeharto terhadap ayahnya.

"Katanya (Mega), saya tidak ada dendam sama sekali. Bahkan saya sudah maafkan dari dulu," kata Sekjen PDIP Pramono Anung mengutip pernyataan Mega di Kantor DPP PDIP, Jl Lenteng Agung, Jakarta.

Megawati memutuskan tidak menjenguk Soeharto. Tapi anak Soekarno lainnya, Guruh Soekarno pada 12 Januari datang membesuk. Putra proklamator itu menyatakan tidak pernah mempermasalahkan perlakukan Soeharto terhadap ayahnya. "Tidak mas. Itu tidak pernah kami permasalahkan," kata Guruh di RSPP usai menjenguk.

Diisukan Wafat, Malah Makan Pizza

9 Januari 2008. Hari keenam kondisi mantan Presiden Soeharto membaik berkat mesin. Mantan penguasa Orba ini bahkan meminta minum dan makan kepada putri bungsunya, Siti Hutami Endang Adiningsih alias Mamiek.

Meski kondisinya masih lemah, Pak Harto sudah bisa makan. Menurut pengacara keluarga Cendana, OC Kaligis, penguasa Orba itu memakan pizza. "Bapak makan Pizza Hut. Isinya tomat dan keju. Makannya sedikit-sedikit di antara anak-anaknya," kata OC.

Menurut OC, Pak Harto diperbolehkan makanan asal Italia itu karena HB-nya sudah di atas 10. "Kalau orang sakit, mau makan apa saja kan dikasih," ujar pengacara beken itu.

Namun pada hari keenam ini, Soeharto justru diisukan meninggal. Isu berhembus kencang setelah beredar kabar Bandara Adi Sumarmo, Solo, Jawa Tengah, pukul 16.00 WIB sudah ditutup guna melancarkan prosesi. Tapi petugas informasi bandara Adi Sumarmo membantahnya.

Ketua Tim Dokter Kepresidenan Mardjo Soebiandono kemudian membantah isu meninggalnya Soeharto. Jenderal besar ini masih sadar penuh. Saat itu transfusi darah untuk Soeharto masih terus berlangsung. Tekanan darah Soeharto mencapai 110/50 mm hg. "Secara umum stabil. Masih sadar tapi lemah," tandas Mardjo.

Namun sementara itu sejumlah lembaga sudah melakukan antisipasi bila Soeharto meninggal. TNI, misalnya, sudah menyiapkan dua skenario pemakaman. Dua skenario pemakaman Soeharto bersandi CB1 dan CB2. Skenario pertama (CB1), proses pemakaman Soeharto akan melalui rute RSPP-Halim-Adi Sumarmo-Mangadeg. Skenario kedua (CB2), proses pemakaman Soeharto akan melalui rute RSPP-Cendana-Halim-Adi Sumarmo-Mangadeg.

Dua skenario pemakaman bila Soeharto meninggal ini tercantum dalam radiogram dari Mabes TNI. Radiogram ini berkop Markas Besar TNI Staf Operasi Rencana Kegiatan Alpha yang ditandatangani Asisten Operasi Panglima TNI Mayjen Zamroni, SE.

Dalam salinan radiogram tertanggal 5 Januari 2008 yang didapatkan detikcom, dijelaskan secara rinci upacara-upacara penerimaan jenazah. Dalam dua skenario itu, Presiden SBY dijadwalkan menjadi inspektur upacara (irup) di Astana Giri Bangun, Mangadeg, Karanganyar. Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menjadi irup di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur.

Malamnya, Wapres Jusuf Kalla menggelar zikir bersama di kediamannya Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat. Dzikir diikuti oleh 125 santri dari Majelis Dakwah Islamiah Indonesia dan salah satu isinya untuk mendoakan Soeharto.

10 Januari 2008. Hari ketujuh, kondisi fisik Soeharto masih labil. Pernafasan penguasa Orde Baru ini belum sepenuhnya baik, disertai dengan keluhan sesak nafas.

Mengalami Kehidupan Palsu

11 Januari 2008, Hari kedelapan dirawat di RSPP, kondisi Pak Harto kian gawat. Dokter menyebut kondisinya kritis sekali. Kesadarannya menurun. Pernafasannya memburuk, cepat dan dangkal. Beredar kabar Jenderal Besar ini sudah koma. Wapres Jusuf Kalla (JK) dan Mensesneg Hatta Rajasa datang membesuk.

Pada sore hari terjadi penurunan tekanan darah dan tingkat kesadaran. Ketua tim dokter kepresidenan Mardjo Soebiandono menjelaskan, penurunan kesadaran yang dialami Soeharto akibat kegagalan multiorgan.

Dokter melakukan pertolongan bantuan napas dan pemberian obat-obat untuk mengatasi kegawatan. Beberapa peralatan medis kembali dipasang demi kelangsungan hidup Soeharto.Yang terbaru adalah alat bantu nafas ventilator. Alat itu dipasang karena kondisi Soeharto gawat. "Kondisinya sangat kritis sekali sehingga beliau terpaksa ditidurkan dengan alat bantu nafas ventilator," kata dr Mardjo Soebiandono.

Menyusul kondisi kritis itu, adik tiri Soeharto, Probosutedjo, yang tengah dipenjara pun mendapat izin keluar dari LP Sukamiskin selama 24 jam.

Sekitar pukul 21.30 WIB, Menkes Siti Fadillah Supari membuat pernyataan yang mengagetkan. Ia menyatakan kondisi Soeharto sangat gawat . Tubuh Soeharto sudah dipasangi alat bantu ginjal, alat bantu jantung dan didukung berbagai jenis obat-obatan. Menurut Menkes, dengan pemasangan peralatan itu sama saja menciptakan kehidupan palsu bagi Soeharto.

Menkes menjelaskan, kehidupan palsu adalah kondisi dimana organ-organ tubuh berfungsi. Namun itu karena menggunakan alat bantu. "Orangnya bernafas dengan mesin, bisa kencing karena ginjalnya berfungsi, jantung dibantu obat. Tapi penderitanya koma. Kalau sudah begitu kasihan," jelas Siti.

Banyak pihak yang menduga hari kedelapan dirawat ini akan menjadi hari terakhir Soeharto. Semua pihak pun sibuk melakukan persiapan. Seluruh keluarga Soeharto sudah berkumpul di RSPP. Mantan istri Tommy Soeharto, Pramesti Regita Cahyani atau Tata yang tinggal di Singapura setelah mengajukan gugatan cerai, juga sudah hadir di RSPP. Demikian pula mantan menantu Soeharto, Prabowo. Keluarga berkumpul dan membacakan surat Yasin. Keluarga pun sudah mengikhlaskan semuanya kepada Tuhan.

Sementara di Solo, rumah keluarga Cendana di Dalem Kalitan, mempersiapkan antisipasi untuk menghadapi keadaan terburuk. Komandan Kodim (Dandim) Solo Letnan Kolonel Inf Adi Nugroho datang menemui Kepala Rumah Tangga Dalem Kalitan Sriyanto di Dalem Kalitan, Jl Kalitan 146, di Desa Penumping, Kecamatan Laweyan, Solo, pukul 22.30 WIB.

Pertemuan kedua orang itu berlangsung sekitar tiga puluh menit. Adi mengaku dirinya diminta untuk melakukan persiapan. "Ya diminta untuk melakukan persiapan. Apa pun yang terjadi kita tetap mendoakan Pak Harto agar baik-baik saja," jawabnya.

Guna memempersiapkan keamanan, bahkan menurut Adi, rencananya KSAD Letjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo akan datang ke Solo, Sabtu keesokan harinya.

Di Yogayakarta, keluarga Soeharto melakukan doa bersama dengan membaca surat Yasin. Yasinan juga dilakukan sekitar 50 warga di rumah tokoh masyarakat Kemusuk, Haji Dasiman. Tujuannya meminta mantan presiden ini diberi kekuatan dan kesehatan.

Menjelang tengah malam, sekitar pukul 23.00 WIB, dokter memastikan, Soeharto belum meninggal. "Bapak belum meninggal," kata ketua tim dokter kepresidenan Mardjo Soebiandono. Tengah malam para dokter pulang.

Sempat Berhenti Bernafas

12 Januari 2008. Hari Kesembilan, kondisi Soeharto masih gawat. Seluruh peralatan medis masih terpasang di tubuh dan alat bantu pernafasan atau ventilator masih terpasang di tubuh Soeharto.

Menkes Siti Fadilah Supari terus memantau kesehatan Pak Harto. Menurut menteri yang bertitel dokter itu, Pak Harto sempat berhenti bernafas. "Saya sempat dilapori pukul 18.00 WIB, dia (Soeharto) sempat berhenti bernafas," kata Siti saat dihubungi wartawan via ponsel, Sabtu (12/1/2008).

Menurut Siti, dia dimintai pendapat apakah perlu dipasangi ventilator. Menkes tidak setuju jika Soeharto dipasangi ventilator dengan alasan kasihan melihat kondisi Soeharto. Namun pendapat Bu Menteri tidak diindahkan keluarga Pak Harto. Mbak Tutut tetap minta dipasangi ventilator. "Dia (Mbak Tutut) lebih berhak, kita bisa apalagi? Pukul 21.00 WIB saya mendapat kabar bahwa alat tersebut sudah terpasang di Soeharto," ujarnya lagi.

Karena dipasangi ventilator Soeharto dibius. Pembiusan dilakukan agar ventilatornya dapat bekerja. Masalahnya kalau sadar, paru-paru Soeharto akan melawan ventilator yang dipasang dokter.

Pukul 10.00 WIB, Ketua Tim Dokter yang menangani Soeharto, dr Mardjo Soebiandono dalam jumpa pers, menyatakan Pak Harto membaik, ia sudah bangun dan sadar. Pada pukul 05.00 WIB, Pak Harto bisa merespon dokter, ia mengangguk menjawab pertanyaan dokter.

Ditegaskan, dibanding kondisi pada Jumat (11 Januari 2008) malam, kondisi Soeharto pada Sabtu jauh membaik. Kesadaran Pak Harto juga sudah mulai menunjukkan respons. Namun mantan Presiden itu masih mengalami pendarahan ringan di lambungnya. Soeharto juga mengalami penimbunan cairan di paru-paru dengan disertai tanda-tanda infeksi.

Sementara itu polemik perdebatan pro kontra atas mantan Presiden Soeharto terus berkembang di masyarakat. Presiden SBY turun tangan dan menyerukan agar polemik itu dihentikan. "Saya mengajak hentikan komentar dan debat yang tidak tepat apalagi kalau ada kata-kata yang terlontar jauh dari kearifan kita sebagai bangsa," kata SBY di kediamannya di Cikeas, Bogor.

Minggu, 13 Januari 2008. Hari kesepuluh dirawat. Soeharto masih dirawat di ruang ICCU. Setiap jam kesehatan Soeharto terus dievaluasi oleh dokter. Kondisi kesehatan mantan Presiden RI Soeharto menurun sejak pagi hari. Pak Harto mengalami kemunduran hampir pada seluruh fungsi organ.

"Kondisi Pak Harto sangat kritis," ujar Dr Mardjo Soebiandono . Dari lima organ yang ada, cuma tinggal dua organ Soeharto saja yang masih berfungsi, yakni otak dan pencernaan. Selebihnya tidak berfungsi ada tiga, yaitu jantung, ginjal dan pernafasan. Tiga organ Pak Harto yang tidak berfungsi dibantu alat. Jantung dengan alat pacu jantung, pernasafasan dengan ventilator. Sementara 80 Persen suplai oksigen yang dihirupnya dipasok mesin..

Meski kondisi tiga organ tubuh Pak Harto sudah tidak berfungsi sehingga dipasangi alat-alat-alat kedokteran di tubuhnya, dokter membantah Pak Harto dipaksa hidup. "Kalau memaksakan hidup itu artinya sudah mati tapi dipaksa hidup. Ini kan belum," cetus anggota tim dokter kepresidenan Djoko Rahardjo.

Siang hari pukul 14.00 WIB, menyusul pernyataan kondisi sangat kritis Soeharto, pengamanan RSPP diperketat. Puluhan polisi dari Polres Jakarta Selatan tampak berdatangan dan berjaga-jaga di berbagai gedung dan tempat parkir RSPP. Kondisi seperti ini selalu terulang. Setiap kali tim dokter menyatakan Soeharto dalam kondisi kritis, pengamanan rumah sakit diperketat.

Sementara itu, sore harinya Cendana tiba-tiba disterilkan. Pukul 16.00 WIB, polisi memerintahkan agar semua kendaraan yang diparkir di jalan yang berada di depan rumah mantan Presiden Soeharto segera dipindahkan. Tidak hanya itu, gerbang rumah Soeharto seketika juga ditutup.

Kondisi semakin tegang, karena Bupati Karanganyar Rina Iriani datang ke RSPP. Seperti diketahui, Astana Giribangun yang dipersiapkan sebagai tempat memakamkan Soeharto, jika meninggal masuk wilayah Karanganyar. Rina sendiri mengaku jauh-jauh datang dari Karanganyar untuk mendoakan kesembuhan Soeharto. Rina kemudian membantah kalau kedatangannya untuk membicarakan persiapan pemakaman untuk mantan Presiden Soeharto jika meninggal.

Tim dokter terus berupaya menangani mantan Presiden Soeharto. Namun malam harinya dokter mengatakan harapan hidup Soeharto kecil. Indikasi kecilnya harapan dinilai dari faktor umur dan penyakit. Apalagi hari Minggu ini, kondisi Soeharto lebih buruk dibandingkan saar kritis pada Jumat sebelumnya.

Pernyataan Soeharto kritis ini merupakan pernyataan yang ketiga kali sejak mantan presiden itu dirawat di RS Pusat Pertamina. Pernyataan itu sudah 3 kali muncul dari Tim Dokter Kepresidenan.

Soeharto pertama kali dinyatakan kritis pada 5 Januari 2008 atau hari kedua sejak dia dirawat di RSPP. Kritis kedua Pak Harto terjadi pada Jumat 11 Januari 2008. Sama dengan dua kali kritis sebelumnya, pada kritis ketiga Soeharto pun kembali membaik.

Kondisi kritis yang dialami mantan presiden Soeharto membangkitkan empati masyarakat Pacitan, Jawa Timur. Ratusan warga kota Pacitan malam itu menggelar doa bersama di halaman markas Komunitas Masyarakat Pacitan (KMP), Jl. DI Panjaitan.

Selain masyarakat dalam negeri, empati juga ditunjukkan teman-teman Soeharto yang berada di luar negri. Hari ini, sekitar pukul 11.36 WIB, mantan PM Singapura Lee Kuan Yew datang menjenguk Soeharto. Namun Soeharto kehadiran Lee tidak disadari Soeharto. Saat sahabatnya itu datang, Soeharto masih dalam keadaan tidak sadar.

Menurut Moerdiono, Lee hanya ditemui ketiga putri Pak Harto, yakni Tutut, Mamiek dan Titiek. Kepada mereka, Lee menyatakan keprihatinannya dan mendoakan Pak Harto lekas sembuh.

Senin, 14 Januari 2008. Hari kesebelas. Kondisi Soeharto naik turun. Setelah mengalami kondisi sangat kritis karena tiga organ tubuhnya tidak berfungsi, memasuki perawatan hari ke-11, kondisi Pak Harto membaik. Fungsi jantungnya membaik.

Pada hari ini banyak kabar baik untuk Soeharto. Amien Rais yang berjuluk Bapak Reformasi, yang mempelopori tumbangnya Soeharto meminta masyarakat untuk memaafkan Soeharto. Ia menuntut pemerintah agar mencari terobosan istimewa untuk menyelesaikan kasus Soeharto.

Siang hari, mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Muhammad menjenguk mantan Presiden Soeharto. Kedatangan mantan PM Malaysia Mahathir Mohammad membuat emosi Pak Harto bergejolak. Memang tiada kata yang terucap, namun penguasa Orba itu sempat meneteskan air mata.

Tidak hanya Pak Harto yang menangis, Mahathir pun tidak mampu menyembunyikan kesedihannya melihat sahabatnya terkulai lemah. Dia ikut meneteskan air mata. "Tadi pas ketemu Mahathir, dia menangis. Ini cerita Mbak Titiek loh ya, bukan saya. Pak Mahathir juga menangis," tutur ketua tim dokter kepresidenan Mardjo. Sore harinya, giliran Sultan Hassanal Bolkiah membesuk.

Para ’Brutus’ Datang Membesuk

Selasa, 15 Januari 2008. Hari keduabelas. Kondisi kesehatan mantan Presiden Soeharto kembali menurun. Pernafasan Pak Harto masih dibantu mesin pernafasan. Fungsi jantung pun belum stabil. Muncul tanda-tanda infeksi sistemik pada paru-parunya.

Simpati kepada mantan presiden Soeharto terus bergulir. Seribuan umat Islam wilayah Pantura Cirebon, Jawa Barat, menggelar istighasah yang dipimpin oleh sejumlah kyai dari sejumlah pondok pesantren di wilayah Cirebon. Sakit yang mendera Pak Harto juga membuat ratusan warga Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, iba. Mereka menggelar doa bersama. Tak sedikit dari mereka yang bertangisan.

Yang istimewa pada hari keduabelas ini, mantan Presiden Habibie untuk pertama kalinya datang membesuk Soeharto. Sejak Soeharto sakit pada 1999, setelah lengser Habibie belum pernah sekalipun menjenguk ataupun bertemu presiden yang digantikannya itu.

Habibie yang berbatik coklat dan berpeci datang didampingi istrinya Ainun Habibie yang berbatik kuning. Ia tiba di RSPP pukul 21.00 WIB. Menurut Habibie dirinya langsung terbang dari Jerman dengan maskapai Lufthansa. "Kita tadi berdoa dipimpin Pak Quraish Shihab. etika saya tadi datang, Pak harto sedang tidur. Saya ada di kamar sebelahnya," jelas Habibie.

Habibie sepertinya kurang beruntung tidak bertemu langsung Soeharto. Soalnya sehari sebelumnya mantan Malaysia PM Mahathir Mohammad bertemu Pak Harto yang kala itu telah disadarkan dokter.

Habibie, bagi keluarga Soeharto mungkin dianggap sebagai Brutus. Maklum Habibie lah yang kemudian menggantikan Soeharto setelah lengser. Marcus Junius Brutus Caepio (85-42 SM), atau yang lebih dikenal sebagai Brutus, adalah seorang Senator Kota Roma pada akhir Republik Roma. Ia merupakan salah seorang pembunuh Julius Caesar. Brutus kemudian diadili oleh Senatus sebagai “pengkhianat” kerajaan.

Setelah dilengserkan pada tahun 1998, hubungan Soeharto dengan Habibie yang sebelumnya sudah seperti biasa menjadi renggang. Menurut Habibie, Soeharto mulai tak mau menyapanya sejak 21 Mei 1998, beberapa saat sebelum Soeharto berpidato mengumumkan pengunduran dirinya.

"Saya sangat tegang melihat Pak Harto melewati saya, terus melangkah ke ruang upacara dan "melecehkan" keberadaan saya di depan semua yang hadir. Betapa sedih dan perih perasaan saya ketika itu," tulis Habibie dalam bukunya yang berjudul Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi.

Pada 9 Juni 1998, Habibie menelepon Pak Harto untuk mengucapkan ulang tahun. Pak Harto berulang tahun 8 Juni. Dalam percakapan itu Pak Harto meminta Habibie tidak menghubunginya lagi.

Sas-sus yang beredar, Pak Harto ogah bertemu dengan Habibie setelah profesor itu memulai mengusut dugaan korupsi Pak Harto, sebagai upaya untuk melaksanakan Tap MPR XI/MPR/1998.


Rabu, 16 Januari 2008.
Hari ketigabelas. Kondisi Soeharto masih kritis. Deplu mengaku sudah menyiapkan standard operation procedur (SOP) bagi tamu negara yang akan melayat Soeharto. Maklum hari-hari sebelumnya sejumlah tamu asing

seperti Lee Kuan Yew, Mahathir Mohammad dan Sultan Hassanal Bolkiah datang menjenguk.

Pada hari ketiga belas dirawat ini, tidak ada tamu asing yang datang. Yang datang membesuk justru orang dekat Soeharto yang sempat menjadi ’brutus’ menjelang akhir kekuasaannya yakni mantan Ketua MPR Harmoko. Seperti diketahui, MPR yang dipimpin Harmoko meminta Soeharto mengundurkan diri pada tahun 1998, sehubungan krisis moneter yang melanda Indonesia.

Selain Harmoko datang pula mantan Ketua DPA Sudomo. Kedua orang ini awalnya menyatakan tidak akan menjenguk Soeharto langsung. Mereka mengaku cukup mendoakan kesembuhan mantan bosnya itu dengan menggelar doa di kediamannya masing-masing.

Saat membesuk, Harmoko yang tiba di RSPP pukul 21.00 WIB tidak bisa bertemu Soeharto maupun putra putrinya.Ia hanya ditemui kerabat Soeharto yakni, Widodo, Sudwikatmono dan istri Probosutedjo.

Kamis, 17 Januari 2008. Hari keempat belas. Soeharto masih kritis. Tubuh Pak Harto masih dipasangi 6 alat. Namun meski kondisinya kritis, Pak Harto masih memberikan respons.

Ketua tim dokter kepresidenan Dr Mardjo Soebiandono menyatakan, semangat hidup Pak Harto masih tinggi. "Ya. Kalau dipanggil, merespons. Semangat hidup Pak Harto masih tinggi. Kayaknya pengen bangun," kata Mardjo.

Soeharto: Die Hard (1)

2. Mistis VS Medis Umur Soeharto

Minggu tengah malam, percikan api yang berbentuk lafal Allah muncul di langit Jalan Cendana. Seorang lelaki berambut gimbal menghembuskan api tersebut setelah membakar kertas koran yang ditusuknya dengan sebatang ranting yang dipungutnya dari halaman kediaman mantan presiden Soeharto.

Laki-laki berambut gimbal itu adalah Mbah Lim. Tengah malam pada 13 Januari 2008 itu, paranormal yang namanya tengah naik daun itu tiba di kediaman Soeharto bersama dua asistennya. Ia lantas meminta izin pada pengamanan rumah untuk melakukan ritual di halaman rumah.

Setelah mendapat izin, Mbah Lim yang mengenakan kemeja berwarna putih dan dibalut jas hitam itu memungut sebatang ranting pohon yang tergeletak di halaman. Ia kemudian bersila dan menusukkan ranting itu pada sehelai kertas koran. Di atas kertas itu juga terdapat kapur berwarna putih. Lalu mulut paranormal asal Tegal itu pun komat-kamit membaca mantra, sementara tangannya memegang ranting tersebut.

Setelah 5 menit, Mbah Lim berdiri dan menarik ranting pohon itu. Tiba-tiba keluarlah api dari koran itu. Setelah ditiup api yang memercik dari kertas koran itu memunculkan tulisan yang mirip dengan lafal Allah. Untuk apa atraksi itu? "Yang jelas saya ke sini berdoa untuk kesembuhan Pak Harto," beber Mbah Lim.

Selama Soeharto dinyatakan sangat kritis, sejumlah aksi mistik terjadi baik di Cendana maupun di RSPP. Bila di Cendana ada Mbah Lim, di RSPP ada seorang perempuan yang mengaku sebagai keturunan Prabu Siliwangi, ingin mengunjungi Soeharto. Perempuan 30-an tahun bernama Nadia itu meramalkan Soeharto akan sembuh.

"Saya jauh-jauh dari Srilanka ingin berdoa untuk Pak Harto. Dengan ridho Allah, Pak Harto akan sembuh," kata perempuan yang mengenakan kerudung dan pakaian serba hitam itu saat datang ke RSPP Minggu malam.

Selain Nadia, ada perempuan lainnya yang dengan penuh misteri juga datang ke RSPP. Perempuan itu mengaku baru saja mendapat ilham dari Bung Karno. Ia datang tiba-tiba dengan mengejutkan wartawan dengan berteriak, "Innalillahi." "Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Bung Karno sangat mengetahui keadaan. Saya mewakili beliau," teriak dia.

Tak hanya di Jakarta, ritual mistik juga digelar di Yogyakarta. Tepatnya di Pantai Parangkusumo, Parangtritis pada malam1 Syuro alias 1 Muharam. Ritual ini digelar pemimpin sanggar spiritual Songgo Buwono, Lia Hermin Putri. Perempuan ini adalah cicit Romo Marto Pangarso, guru spiritual Soeharto.

Soeharto dikenalkan dengan Romo Marto oleh Soedjono Hoemardani, staf pribadi Soeharto untuk urusan kebatinan. Lia melakukan ritual untuk mencabut pulung keprabon Soeharto. Soalnya jika pulung atau wahyu kepemimpinan ini tidak dicabut, bapak mantan presiden ini akan menderita dalam sakit panjang.

Dalam perspektif Jawa, tidak ada orang kuat, tidak ada pemimpin hebat, tanpa kasekten atau kesaktian yang kuat. Kesaktian ini, dalam tradisi Jawa, merupakan hasil dari laku prihatin, misalnya lewat puasa dan bertapa, yang mewujud dalam bentuk benda-benda, seperti cincin, ikat kepala, keris yang dimiliki bahkan merasuk dalam tubuh yang empunya.

Soeharto adalah orang Jawa. Kasekten inilah yang diyakini merupakan rahasia kekuatan dan umur panjang Soeharto. Sumber-sumber dekat pria sepuh kelahiran 8 Juni 1921 ini mengungkapkan, selama hidupnya, Soeharto sering melakukan laku alias ritual mistik untuk memperoleh kesaktian.

Kungkum Sampai Semedi di Gunung

Jumat 9 Juni 2006. Hari belum terlalu siang. Masih sekitar pukul sebelasan. Tapi sebuah SMS membuat kantor detikcom geger. Isi SMS mengabarkan Soeharto meninggal. Setelah dicek kebenarannya, kabar itu seperti biasa hanyalah isu.

Mantan Presiden Soeharto sehari sebelumnya merayakan ulang tahun ke-85. Dari pesta yang berlangsung tertutup itu diperoleh kabar pria sepuh itu baik-baik saja. Menurut Des Alwi, Soeharto terlihat sehat dan mampu mengenali tamu-tamunya.

Saat kabar meninggal itu beredar, Soeharto ternyata sedang istirahat di rumahnya, di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta. Menurut salah satu petugas keamanan kediaman Soeharto, pria sepuh itu tengah tertidur.

Isu Soeharto meninggal bukan kali itu saja terjadi. Isu itu telah berulangkali menimpa pria kelahiran Desa Kemusuk, Argomulyo, Godean, Yogyakarta itu. Bagi orang dekatnya, isu Soeharto meninggal dianggap sebagai doa agar mantan presiden itu panjang umur.

Dan faktanya Soeharto masih berumur panjang. Ia memang sakit-sakitan setelah lengser dari presiden. Berkali-kali ia harus keluar masuk rumah sakit. Tapi purnawirawan Jenderal Besar ini selalu kembali pulih dan pulang ke rumahnya.

Tidak jarang usia panjang Soeharto menerbitkan tanya. Apalagi teman-teman seperjuangannya telah banyak yang dipanggil yang maha kuasa. Dua orang yang pernah menjadi wakil presiden Soeharto seperti Umar Wirahadikusumah dan Sudharmono, telah meninggal dunia. Bahkan Notosuwito, adik Soeharto juga telah meninggal mendahului kakaknya.

Dan di negeri ini, di mana klenikisme masih hidup subur, orang pun mulai membuat penghubungan. Sebagai orang Jawa yang budayanya kental dengan mitos, rahasia umur Soeharto pun lantas dihubungkan dengan hal-hal mistis.

Ada yang mempercayai Soeharto panjang umur karena memiliki kesaktian dari ritual mistis yang dilakoninya. Banyak juga yang menyatakan meski sakit-sakitan, Soeharto akan sulit meninggal karena belum melepas jimat yang dipakainya selama berkuasa. Benarkah demikian?

Sumber orang dekat dan yang pernah mengenal Soeharto membenarkan Soeharto dekat dengan dunia mistis. Ia melakoni ritual mistis, mengoleksi pusaka dan jimat untuk menambah kekuatan serta mempunyai pendamping roh halus.

Kedekatan dengan dunia mistis itu, mungkin diwarisi Soeharto dari ibunya, Sukirah. Dikisahkan, setelah Soeharto lahir, Sukirah menghilang selama 40 hari lamanya. Tak seorang pun yang tahu ke mana dia pergi. Setelah pulang ia mengaku bertapa untuk masa depan anaknya yang baru dilahirkannya itu.

Namun pendalaman Soeharto pada dunia mistis diperoleh dari Kiai Daryatmo, seorang guru agama dan mistik Jawa. Dari kiai ini, Soeharto muda mendapat pengetahuan tentang pengobatan, tentang laku, dan tentang semedi. Dalam bukunya, Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, nama Daryatmo disebut-sebut.

Soeharto mengakui Daryatmo banyak memberi inspirasi dalam perjalanan hidupnya. Bahkan sampai menjadi presiden. Mantan Menteri Penerangan Mashuri bahkan pernah menuturkan, setiap bulan sedikitnya satu kali, Soeharto datang menemui Daryatmo untuk minta petunjuk.

Ritual mistis yang dijalani Soeharto adalah bersemedi atau bertapa di tempat-tempat keramat atau wingit. Sumber yang pernah mendampingi pria berjuluk The Smiling General itu melakukan laku mistis mengungkapkan, Gunung Lawu jadi tempat favorit Soeharto. Gunung Lawu memang merupakan salah satu pusat kekuatan mistik di Jawa

"Saya pernah mengiringi beliau naik ke puncak Lawu. Ketika yang muda-muda sudah ngos-ngosan kelelahan, beliau yang saat itu juga sudah cukup berumur sama sekali tidak terlihat lelah hingga sampai puncak," ujar sumber yang tinggal di Tawangmangu, Solo itu.

Selain Lawu, tempat favorit Soeharto bersemedi adalah tempat keramat di Gunung Srandil, Dieng, danau Pacitan, dan sebuah gua di Cilacap. Paranormal Permadi,Adjikosoemo, dan sejarawan MT Arifin membenarkan tempat-tempat itu merupakan tempat yang sering dipakai semedi Soeharto.

Tak hanya bertapa di tempat keramat, Soeharto sering melakukan ritual berendam diri dalam air atau dalam kepercayaan Jawa disebut tapa kungkum. Tapa kungkum itu dilakukan Soeharto sejak muda bahkan ketika sudah menjabat presiden.

Tempat-tempat yang sering digunakan kungkum Soeharto adalah Petilasan Panembahan Senopati di Dlepih, Tirtomoyo, Wonogiri. Pelaku kebatinan yang cukup akrab dengan almarhum Ny Tien Soeharto menuturkan, tempat tersebut sering dikunjungi Soeharto sejak muda hingga menjelang menjabat presiden.

Sedangkan di saat menjadi Pangdam Diponegoro, tempat kungkum Soeharto adalah di Kaligarang, Semarang. Di tempat Soeharto dulu sering kungkum itu, sekarang dibangun sebuah monumen yang disebut Tugu Soeharto.

Setelah menjadi presiden, Soeharto masih sering menjalani ritual itu. Lokasi yang dipilih adalah sebuah tempat di Bogor. Tempat itu bukan lagi lokasi terbuka karena sudah didirikan sebuah bangunan rumah. Rumah ini dimiliki Almarhum Pak Sudjono Humardani, salah satu penasehat spiritual Soeharto.

Tapa kungkum dipercaya tidak hanya berefek secara mistis. Namun juga membangun kekuatan fisik agar lebih kuat dan tahan terhadap serangan penyakit. Seseorang yang rajin melakoninya akan menjadi lebih sehat. Ia akan memiliki kesehatan organ pernapasan yang tangguh serta tidak mudah lelah meskipun sudah dalam kondisi tua.

Selain laku mistis, putra Sukirah dan Kertorejo itu juga senang mengoleksi pusaka untuk menambah kekuatannya. Salah satu pusaka yang dipinjam Soeharto untuk menambah kekuatannya adalah pusaka andalan Kraton Solo.

Dan tidak hanya itu, Soeharto juga dipercayai memiliki "pendamping". Pendamping ini adalah salah satu Raja perempuan alam bawah laut. Dia adalah kakak seperguruan Nyai Roro Kidul. Menurut sejarawan yang juga mempelajari dunia mistis MT Arifin, nama muda perempuan itu adalah Retno Yuwati.

Apakah panjang umur Soeharto akibat menggunakan kekuatan mistik itu? Anda bebas untuk bersikap. Yang jelas, teori tradisional menyatakan orang yang menguasai ilmu mistis tertentu memiliki kecenderungan usia lebih panjang. Tapi, tentu saja masalah umur dan kematian tetap otoritas Tuhan.

Kisah Tutut dan Keris Kraton Solo

Suatu hari di Bandara Adi Sumarmo, Surakarta. Putra-putri Paku Buwono (PB) XII, Raja Surakarta, bertangisan. Saat itu, mereka mengantar kepergian pusaka andalan kraton. Pusaka itu akan dibawa ke Jakarta karena akan dipinjam Presiden Soeharto.

Peristiwa itu masih membekas betul dalam ingatan KGPH Puspo Hadikusumo, putra ketiga PB XII. Kapan persisnya peristiwa itu terjadi dia memang kesulitan lagi mengingatnya. Salah satu pangeran yang mendapat kepercayaan memelihara pusaka kraton Solo itu, memperkirakan kejadian itu terjadi saat Soeharto baru saja menjabat presiden.

Berdasarkan catatan sejarah, MPRS menunjuk Soeharto sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967. Kemudian baru 27 Maret 1968, ia dilantik menjadi presiden.

Saat menjabat presiden, Soeharto memiliki penasihat spiritual yaitu Soedjono Hoemardi. Di masa awal menjabat presiden, Soedjono menyarankan Soeharto agar mencari kekuatan pendukung secara magis. Kekuatan pendukung itu berupa pusaka andalan para raja di Jawa yang tersimpan di Kraton Surakarta.

Setelah Soeharto setuju, lalu Soedjono menemui PB XII mengutarakan maksud tersebut. PB XII mengizinkan lalu mengajak Ki Panji Mloyo Hamiluhur mengambil dan menyerahkannya kepada Soedjono. Apa pusaka kraton yang dipinjam itu, hingga kini belum jelas. Puspo hanya menyebut pusaka itu merupakan pusaka sangat penting bagi kraton.

Menurut sejumlah sumber, di antara sejumlah pusaka yang dimiliki Kraton Solo, ada satu pusaka utama yang kedudukannya jauh di atas pusaka-pusaka tersebut. Pusaka itu berupa keris bernama Kanjeng Kiai Ageng. Apakah keris itu yang dipinjam, Puspo enggan membeberkan.

"Saat itu semua menangis karena yang dibawa itu adalah pusaka andalan kraton. Tapi apa boleh buat, Sinuhun sudah mengijinkannya," tutur Puspo kepada detikcom.

Belasan tahun kemudian atau pada tahun 1985, Soeharto kembali menyampaikan niat untuk meminjam pusaka Kraton Solo. Perantara saat itu tetap penasihat spiritualnya, Soedjono. Sementara yang diminta mengambil adalah almarhum Panji Mloyo Hamiluhur, tokoh spiritual Kraton Surakarta.

PB XII telah mempersilakan Ki Panji Mloyo untuk memilih sendiri pusaka yang akan dipinjam Pak Harto. PB XII telah menetapkan sebuah malam untuk mengambil pusaka itu. Namun pada malam yang ditentukan itu ternyata terjadi kebakaran hebat di kraton. Akibatnya pemilihan dan pengambilan pusaka itu dibatalkan.

Selanjutnya apakah proses peminjaman itu benar-benar terjadi, hingga kini masih menjadi teka-teki. GPH Puger, putra PB XII yang mengetahui rencana peminjaman itu mengaku tidak tahu. "Sebaiknya hal itu tidak ditanyakan kepada saya," kata Puger.

Kini puluhan tahun telah berlalu. Soeharto telah berumur 85 tahun. Ia telah lengser dari kursi presiden. Sejumlah kasus hukum dan penyakit membelit Soeharto. Berkali-kali mantan presiden itu masuk rumah sakit namun kemudian ia pulih kembali. Masuk rumah sakit lagi dan pulih lagi.

Banyak yang meyakini penguasa RI 32 tahun itu memiliki kesaktian dan jimat yang memberati kehidupannya. Sejumlah tokoh spiritual yang menggeluti dunia mistis
menyarankan Soeharto agar segera membersihkan diri.

Membersihkan diri, tak hanya dalam arti meminta ampun dan mendekatkan diri kepada Tuhan, namun juga harus melepaskan diri dari jimat dan pusaka-pusaka yang mendampinginya selama ini.

"Secara spiritual dia harus melakukan acara-acara ritual guna mencabut semua kekuatan atau ilmu mistik yang telah dimiliki," kata paranormal Ki Joko Bodo.

Dan beberapa hari terakhir sebuah informasi datang dari sumber di Cendana. Disebutkan putri sulung Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, akan mengembalikan sebuah pusaka ke Kraton Surakarta. Pusaka itu dipinjam ayahnya ketika masih berkuasa dulu.

Namun sumber itu juga menyebutkan niat Tutut, demikian Hardiyanti biasa dipanggil, tidak terlaksana. Pihak Kraton Surakarta menolak menerima pusaka tersebut. Benarkah? Masih perlu ditelusuri lagi, karena pihak Kraton mengaku tidak pernah menerima kedatangan Tutut dalam beberapa pekan terakhir untuk kepentingan tersebut.

Seperti diketahui hingga saat ini di Kraton Surakarta terdapat dua putera PB XII yang mengangkat diri sebagai raja menggantikan ayahnya. Pertama adalah KGPH Hangabehi, yang mengangkat diri sebagai PB XIII. Ia tetap berada di dalam kompleks Kraton Surakarta.

Sedangkan kedua, KGPH Tedjowulan juga mengangkat di sebagai PB XIII dengan dukungan para kerabat dan sebagian besar putra PB XII, namun dia 'bertahta' di luar kraton, tepatnya di kediaman keluarga Mooryati Soedibyo di Badran Solo.

Jika Tutut hendak mengembalikan pusaka kraton, nalarnya dia akan datang ke kompleks Kraton Surakarta di Baluwarti, Solo, tanpa mempertimbangkan PB XIII yang mana yang berada di dalam kraton. Namun GPH Puger, adik seibu Hangabehi, mengaku tidak tahu-menahu adanya kedatangan Tutut ke kraton tersebut dalam beberapa pekan terakhir.

Padahal, menurut pengakuan Puger, setiap ada tamu penting yang datang ke kraton dia selalu diminta untuk ikut menyambut. Apalagi jika kedatangan tamu itu berkaitan dengan aspek spiritual. Wajar saja karena Puger selama ini memang dikenal mendalami dunia tersebut. Dia pulalah yang dulu mencarikan 'hari baik' untuk penobatan kakaknya.

"Saya tidak tahu kalau pengembalian itu dilakukan secara personal kepada seseorang yang mengatasnamakan kraton atau justru Mbak Tutut salah jalan dengan mengembalikannya kepada orang yang salah," ujar Puger.

Yang dimaksud Puger pengembalian kepada personal adalah pembicaraan itu dilakukan di luar kraton antara Tutut dengan seorang keluarga yang memiliki kewenangan membicarakan hal-ikhwal kraton. Kalau memang hal itu terjadi, biasanya orang tersebut akan langsung dilaporkan ke kraton secara resmi. Dan menurut Puger, hingga saat ini hal itu juga tidak terjadi.

Sedangkan yang disebutnya sebagai salah jalan adalah pengembalian itu dilakukan kepada pihak Tedjowulan. Puger yang berseberangan, menyebut kubu Tedjo sebagai pihak yang tidak berwenang lagi mengaku-aku sebagai pengelola kraton.

Namun dugaan Puger itu ternyata juga dibantah oleh pihak GPH Suryo Wicaksono, putra PB XII yang berpihak kepada Tedjowulan. Gusti Nenok, demikian dia akrab disapa, bahkan terkejut mendengar adanya kabar tersebut. "Tidak ada pengembalian pusaka kepada kami. Saya selalu menyertai Sinuhun (PB XIII Tedjowulan) di setiap acaranya," paparnya.

Gusti Nenok mengungkapkan, tanggal 28 Mei lalu ikut mendampingi Tedjowulan menjenguk Soeharto yang terbaring sakit di RSPP. Saat itu, mereka diterima Mbak Titik dan Mbak Tutut. "Namun keduanya tidak membicarakan hal tersebut (pengembalian pusaka) kepada kami," paparnya.

Sama dengan Puspo dan Puger, Nenok membenarkan ada sejumlah pusaka Kraton Surakarta yang dipinjam Soeharto pada awal-awal dia berkuasa. Nenok juga menyebut perantara peminjaman adalah Soedjono Hoemardani.

Pusaka yang dipinjam itu, menurut Nenok, adalah beberapa pusaka berupa panji-panji dan umbul-umbul peninggalan masa Majapahit, wayang, gamelan. Pusaka itu kata Nenok telah dikembalikan setelah Pak Harto lengser. Ia tidak tahu bila masih ada keris atau tombak yang belum dikembalikan.

Keterangan dari Nenok ini dibantah oleh KGPH Puspo Hadikusumo. Putra ketiga PB XII ini termasuk 10 orang dari 35 putra-putri PB XII yang mendapat kepercayaan memelihara pusaka kraton. Saat itu dia dipercaya bersama KGPH Hangabehi (putra pertama PB XII) dan KGPH Hadi Prabowo (putra kedua).

Menurut pria yang tidak mau terlibat konflik suksesi Raja Solo, yang meminjam pusaka wayang dan gamelan adalah Presiden Soekarno. Yang dipinjam saat itu adalah seperangkat wayang pusaka kraton yang bernama Kiai Kadung dan saat ini sudah dikembalikan.

Mengenai pusaka yang dipinjam Soeharto, Nenok enggan menjelaskan apakah pusaka itu saat ini telah dikembalikan ke kraton. Namun dia berharap, jika memang ada inisiatif dari keluarga Cendana untuk mengembalikan pusaka, sebaiknya pihak kraton mau menerimanya.

"Saya tidak tahu pusaka apa yang akan dikembalikan. Namun Jika pihak Cendana merasa pusaka itu telah memberati kehidupan Pak Harto sebaiknya diterima saja. Tidak ada jeleknya membantu kesulitan orang," lanjutnya.

Namun dia berpesan pihak kraton memeriksa dengan seksama, sebab bukan tidak mungkin keluarga Cendana salah mengidentifikasi pusaka. Yang mengetahui persis pusaka itu hanya Sinuhun, Pak Djono, Mbah Mloyo, dan Pak Harto sendiri. Yang tiga sudah wafat, sedangkan Pak Harto juga sudah lemah ingatannya.

"Jangan-jangan yang pusaka yang akan dikembalikan itu bukan milik Kraton Surakarta. Mungkin Pak Harto juga meminjam dari tempat lain," kata Puspo.

Wajarlah Kraton Solo bersikap hati-hati. Selama berkuasa, Soeharto memang dikenal gemar mengoleksi pusaka. Salah satu pejabat di Setneg yang bertahun-tahun mengikuti Soeharto, pernah berkisah tentang koleksi pusaka itu kepada pengamat politik asal Solo, MT Arifin.

Dikisahkan, penguasa Orde Baru itu memiliki pusaka dari Bali. Pusaka itu berupa patung yang konon dapat berubah dan bisa memberikan informasi secara tepat.

Yang Tercecer dari Perang Ambarawa

Ada sebuah kisah di balik perang mempertahankan kemerdekaan di Ambarawa, Jawa Tengah. Saat itu Soeharto ikut berperang sebagai pihak pejuang. Ternyata dalam perang itu, Soeharto yang banyak dipercaya memiliki "kesaktian" malah melarikan diri.

Kisah itu diceritakan ayah RM Adjikoesoemo, salah seorang paranormal di Yogyakarta. Dari cerita ayahnya itulah, Adjikoesoemo tidak yakin Soeharto yang berumur panjang itu sangat sakti.

"Jadi kalau sakti, berarti tidak sakti-sakti banget kan?" kata cucu GBPH Pudjokusumo, adik Sri Sultan Hamengku Buwono IX itu.

Soeharto pada 8 Juni lalu genap berusia 85 tahun. Di masa usia senjanya, usai lengser dari presiden, badan Soeharto mulai sakit-sakitan. Setidaknya selama 7 tahun ia didera penyakit sehingga harus keluar masuk rumah sakit.

Selain tubuh yang sakit-sakitan, Soeharto juga tidak lagi menyaksikan kesuksesan dan nama harum menyertai keluarganya. Justru kehancuran demi kehancuran harus ia lihat. Awalnya adalah Hutomo Mandala Putra alias Tommy. Putra bungsu Soeharto itu masuk penjara karena terlibat pembunuhan hakim agung Syafiudin Kartasasmita.

Setelah itu Soeharto melihat kehancuran rumah tangga putra-putrinya. Satu per satu rumah tangga anak-anaknya retak. Terakhir keluarga Bambang Trihatmodjo-Halimah geger gara-gara artis Mayangsari. Bambang bahkan sempat ditempeleng oleh anaknya sendiri, Panji.

Bagi seorang mantan presiden, kisah memalukan putra-putrinya tentu merupakan pukulan yang sangat berat. Apalagi Soeharto pernah merasakan pahitnya akibat perceraian ayah-ibunya, Sukirah dengan Kertorejo. Saat itu Soeharto baru berumur 5 minggu.

Akibat perceraian itu, Soeharto harus dititipkan kepada bibinya. Soeharto sendiri sepanjang hidupnya dikenal hanya memiliki satu istri, Siti Hartinah yang lebih dulu meninggal dunia. Setelah Ibu Tien meninggal, Soeharto pun tidak menikah lagi.

Menyaksikan morat-marit perjalanan hidup putra-putrinya, Soeharto seperti mendapatkan karma di masa tuanya. Paranormal Permadi lebih mempercayai karena karma itulah, mantan presiden kedua Indonesia itu diberi umur panjang oleh Tuhan.

Soeharto bagi Permadi memang memiliki kekuatan mistis. Tapi, sama dengan Adjikoesoemo, Permadi tidak yakin ilmu mistis yang dimiliki Soeharto bisa mendatangkan kesaktian yang luar biasa.

"Pak Harto itu kena karma karena telah merugikan rakyat Indonesia. Merugikan
banyak orang dengan perbuatan-perbutannya di masa lalu. Termasuk merugikan Bung Karno dan keluarganya," papar Permadi.

Terlebih lagi umur panjang Soeharto juga tidak memberikan berkah pada negara ini. Umur itu justru membebani negara yang harus menyelesaikan kasus korupsinya karena Soeharto sakit-sakitan.

Sakit Soeharto sendiri tergolong cukup aneh. Dalam tiga tahun terakhir ini, penyakit itu kambuh setiap akhir April dan bulan Mei. Tahun 2006 ini misalnya, Soeharto masuk Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) pada 4 Mei dan keluar RSPP pada 31 Mei.

Pada tahun sebelumnya, ia masuk RS pada 5 Mei 2005. Tahun 2004, mengalami pendarahan saluran pencernaan pada 29 April dan diumumkan membaik pada 2 Mei. Pada 2003, kesehatan Soeharto juga memburuk dan masuk RSPP pada 29 April.

Akibat keanehan itu, tidak sedikit yang mencurigai sakit Soeharto merupakan rekayasa. Apalagi sakit itu sering kali kambuh jika Kejaksaan Agung akan mengutak-atik kasus korupsinya.

Dengan kekuasaan yang pernah dipegangnya serta uang banyak yang masih dimilikinya, ibaratnya tidak ada yang tidak mungkin bagi Sang Jenderal Tersenyum itu. "Dengan uang banyak, Soeharto bisa saja mengatur rumah sakit," kata Adjikoesoemo.

Namun semua yang ada di dunia ini tidaklah abadi. Kekuasaan, kekayaan, penderitaan, kebohongan, akan ada waktunya untuk berakhir. Demikian pula kasus Soeharto yang terus berlarut-larut selama ini, pada akhirnya pasti akan bertemu endingnya.

Mistis VS Medis

Hari-hari berlalu sangat monoton. Pria sepuh itu harus kembali menjadi anak balita. Latihan berjalan, latihan duduk, latihan makan, dan latihan berbicara. Semua harus diulang-ulang dan dilakukan hanya di dalam kamar.

Begitulah hari-hari Soeharto setelah pulang dari Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) pada 31 Mei 2006. Melalui hari-hari menjemukan itu, remang-remang Soeharto pasti mengingat masa kecilnya. Ia mungkin ingat cerita tentang Mbah Kromo.

Bayi Soeharto saat itu belum genap berusia 40 hari saat dititipkan kepada Mbah Kromo. Mbah Kromo adalah dukun bayi dan saudara ibu Soeharto, Sukirah, yang menolong kelahiran Soeharto. Putra kelahiran Desa Kemusuk itu dititipkan kepada Mbah Kromo karena ibunya sakit dan tidak bisa menyusui.

Mbah Kromolah yang mengajarnya berdiri dan berjalan. Bersama Mbah Kromo, Soeharto kecil dalam gendongan sering diajak ke sawah, membalik-balik tanah, menggaru.

Dalam otobiografinya, Soeharto : Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, Soeharto mengakui, kenangan masa kecil yang tak pernah dilupakannya adalah memberi komando pada kerbau tatkala membajak. Maju, belok kiri atau belok kanan. Ia juga suka bermain air, bermandi lumpur atau mencari belut, ikan kegemarannya sampai usia tua.

Mungkin Soeharto juga terkenang masa-masa saat Sekolah Menengah Pertama di Muhammadiyah di Yogya. Ia harus mengayuh sepeda buntut untuk berangkat dan pulang sekolah. Dan tatkala sudah bekerja menjadi klerek bank, Soeharto pun kembali harus berkeliling dengan sepedanya.

Mengenakan pakaian Jawa lengkap, kain blangkon dan baju beskap, Soeharto muda berkeliling menemui para petani, pedagang kecil dan pemilik warung yang akan mengajukan permohonan pinjaman pada bank.

Bisa jadi Soeharto terkenang pada kegemarannya melakukan tapa kungkum. Tapa kungkum, dipercaya bisa membangun kekuatan fisik agar lebih kuat dan tahan terhadap serangan penyakit.

Tapi kini kondisi Soeharto sangat berbeda. Ia sakit-sakitan. Sejumlah organ pentingnya sudah tidak berfungsi normal. Otaknya mengalami kerusakan permanen baik sel otak kiri maupun kanan. Sementara jantung memakai alat pacu agar tetap berfungsi. Paru-paru dan ginjalnya juga sudah menurun fungsinya.

Dengan kondisi seperti itu, dokter kepresidenan yang merawat Soeharto tidak bisa memastikan peluang lama waktu pria sepuh itu bertahan hidup. Dokter masih berusaha terus mempertahankan para-paru Soeharto.

Kondisi sakit-sakitan itu pun menjadi gunjingan. Banyak yang beranggapan dengan tidak berfungsinya otak ya otomatis, orang disebut meninggal. Dalam ilmu kedokteran memang mengenal kerusakan batang otak atau mati suri. Tapi istilah ini, menurut anggota tim dokter kepresidenan dokter Mardjo Soebiandono, tidak bisa diterapkan pada Soeharto.

Definisi klinis meninggal dunia, adalah paru-paru berhenti, jantung berhenti dan semua organ tubuh berhenti. Dengan demikian, secara klinis Soeharto tetap masih hidup, hanya saja mengalami penurunan fungsi organ. "Makanya saya juga heran, kok banyak orang yang menyebutkan meninggal dunia, itu dari mana?" protes Mardjo.

Mardjo pun mengaku sering mendengar anggapan Soeharto berumur panjang dan sulit meninggal karena mempunyai kekuatan mistis. Tapi Mardjo tidak mempercayainya. Sama dengan Mardjo, pengacara Soeharto Juan Felix dan Assegaf juga tidak percaya Soeharto punya ilmu mistis. Apalagi Soeharto rajin salat lima waktu.

Dibandingkan sisi mistis, urusan panjang umur Soeharto lebih masuk akal dengan penjelasan secara medis. Kesehatan Soeharto telah terpelihara sejak muda karena
olahraga dan aktivitas fisik yang dilakoninya. Naik sepeda, kungkum, naik gunung adalah aktivitas yang akrab dengan Soeharto muda.

Aktivitas fisik juga tidak ditinggalkan Soeharto ketika telah menjadi presiden. Ia sering diberitakan main golf. Orang dekatnya pun menyatakan putra Sukirah-Kertorejo itu tetap rajin tapa kungkum dan naik gunung.

Setelah lengser dari presiden, Soeharto pun sangat beruntung bila dibandingkan orang sepuh lainnya. Kesehatannya mendapatkan perawatan maksimal dari dokter profesional. "Pak Harto mempunyai dokter pribadi yang selalu mengawasi kondisinya setiap hari," kata Assegaf.

Selain dokter pribadi, Soeharto juga masih mendapat perhatian dari dokter kepresidenan. Para dokter ini pula yang mengatur pola makan Soeharto dengan disesuaikan dengan umur dan penyakitnya. Sekarang misalnya, ia dilarang makan makanan yang pedas-pedas. Wajib mengonsumsi vitamin, dan obat-obatan tertentu.

Dengan pengawasan dokter yang demikian ketat, tentu keluhan sakit Soeharto sedikit saja langsung bisa terdeteksi. Tanpa ilmu mistis pun, dengan pemantauan ketat itu, sangat masuk akal bila kesehatan Soeharto terjaga sehingga berumur panjang.

Memburu Ilmu Soeharto
(kolom Didik Supriyanto )

Banyaknya pejabat yang menjenguk Soeharto yang dirawat di RSPP sejak 4 Januari 2008. Ini sangat bisa dimengerti. Soeharto yang saat ini berusia 87 tahun, pernah menjadi presiden selama 32 tahun sehingga hampir semua pejabat saat ini adalah bekas anak buahnya. Hubungan senior-yunior atau bapak-anak itu mesti dijaga karena tanpa senior/bapak, yunior/anak tak mungkin menjadi seperti sekarang. Inilah mungkin kesempatan terakhir untuk bertemu dan memberi hormat.

Dalam perspektif Jawa, menjenguk orang hebat yang hendak menemui ajal, bukanlah sekadar memberi hormat. Lebih dari itu, para penjenguk bisa berharap akan kejatuhan ilmu yang dimiliki orang yang dijenguknya. Sebab, bagi orang Jawa, tidak ada orang kuat, tidak ada pemimpin hebat, tanpa ilmu yang kuat dan hebat pula. Dan ilmu-ilmu itu akan lepas bersamaan dengan lepasnya nyawa dari yang empunya.

Berbeda dengan konsep Barat, ilmu dalam khasanah Jawa adalah sesuatu yang konkret. Jika di Barat ilmu berarti kemampuan otak manusia dalam menampung dan mengolah informasi dan pengetahuan; dalam tradisi Jawa, ilmu adalah hasil dari laku prihatin, misalnya lewat puasa dan bertapa, yang mewujud dalam bentuk benda-benda, seperti cincin, ikat kepala, keris yang memiliki bahkan merasuk dalam tubuh yang empunya. Itulah kasekten. Sesuatu yang membuat orang menjadi sakti, berilmu.

Demikian juga dalam soal kekuasaan. Orang Barat melihat kekuasaan adalah sesuatu yang abstrak: kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi, menggerakkan atau memaksa orang lain. Sementara menurut orang Jawa, kekuasaan adalah sesuatu yang dijatuhkan dari atas kepada orang-orang tertentu. Kekuasaan adalah wahyu, yang hanya diperoleh orang-orang terpilih. Wahyu selalu manjing dalam raga, juga diikuti oleh benda-benda sakti lainnya.

Nah, dalam konteks demikian, maka bisa dimengerti bila Soeharto sakit dan kritis, maka para pejabat datang berduyun. Ya, mereka hendak memberi penghormatan terakhir, tapi dalam hatinya mungkin juga berharap akan mendapatkan ilmu dan wahyu yang pernah dimiliki Soeharto. Tak ada yang salah, sebab dalam tardisi Jawa tindakan praktis itu juga kerap dilakukan para pendahulu. Artinya, tanpa laku prihatin, tanpa puasa dan pertapa, jika ilmu atau wakhyu itu mau jatuh ke seseorang, ya jatuhlah.

Oleh karena itu pula, siapapun sesungguhnya punya peluang untuk kejatuhan ilmu dan wahyu yang sempat dimiliki Soeharto. Makannya jangan heran, setiap Soeharto sakit, pada radius 500 meter dari RSPP banyak orang pintar berkumpul. Mereka datang dari pelosok Jawa bahkan penjuru tanah air. Mereka berharap bisa menangkap atau kejatuhan ilmu atau wahyunya Soeharto yang hendak terbang dari raga. Mereka punya peluang yang sama dengan para pajabat yang keluar masuk rumah sakit.

* Didik Supriyanto adalah wartawan detikcom. Ia pernah menjadi anggota Panitia Pengawasan Pemilu Panwaslu. Kolom Memburu Ilmu Soeharto muncul di detikcom pada 14 Januari 2008.

Soeharto: Die Hard (1)

3. Astana Giribangun Menanti

12 Januari 2008. Dua tank kavaleri berjaga di depan pintu gerbang Astana Giribangun. Dua tank itu didatangkan langsung dari Kodam Diponegoro Semarang ke kompleks pemakaman keluarga Soeharto di Karanganyar.

Sementara jalan menuju Astana Giribangun dari mulai perempatan Karang Pandan dijaga ketat. Setiap 500 meter ada 2-3 polisi menggunakan mobil patroli. Pendek kata, kondisi Astana Giribangun saat itu benar-benar tegang seperti ada sesuatu yang besar yang akan segera terjadi.

Suasana semakin mencekam ketika para petinggi militer dan polisi di Jawa Tengah, Pangdam Diponegoro Mayjen TNI Agus Suyitno, Kapolwil Surakarta Kombes Polisi Yoce Mende dan Kapolda Jateng Inspektur Jenderal Doddy Sumantyawan, tiba-tiba juga melakukan inspeksi di Astana Giribangun. Tidak hanya mereka, Bupati Karanganyar Rina Iriani dan Bupati Wonogiri Begug Poernomosidi juga ikut datang.

Pada hari itu, Soeharto yang tengah dirawat di RSPP, menurut Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari, sempat berhenti bernafas. Maka tidak aneh, jika Astana Giribangun menjadi sibuk melakukan berbagai persiapan. Karena di sinilah keluarga Soeharto di makamkan. Di sini pula sudah disiapkan makam untuk Soeharto jika meninggal.

Meski kemudian Soeharto dinyatakan selamat dari kritis dan masih hidup, kesibukan di Astana Giribangun tidak berhenti. Keesokan harinya, ratusan kursi , tenda dan soundsistem yang biasa dipakai saat ada orang yang meninggal, disiapkan di kompleks pemakaman yang terletak di Karanganyar ini.

Hari selanjutnya, sejumlah petugas DLLAJ memasang rambu lalu lintas baru di pertigaan Karang Pandan, jalan yang berjarak sekitar 3 km dari Astana Giribangun itu. Rambu penunjuk arah berwarna biru itu bertuliskan 'Astana Giribangun' dengan tanda panah berwana putih. Selain rambu tersebut, ada juga palang besi yang bertuliskan dilarang melintas. Namun palang tersebut belum dipasang.

Kemudian hari berikutnya lokasi makam keluarga Cendana ini ditutup. Di gerbang depan terlihat penjagaan yang lebih ketat. Di balik gerbang, 2 petugas bersafari tampak berjaga-jaga. Sedang di luar gerbang terlihat 3 petugas Polres Karanganyar turut pula berjaga. Petugas sibuk membersihkan kompleks makam utama.Tidak ada satu pun yang diperkenankan masuk, termasuk para wartawan yang sebelumnya bebas melenggang.

Makam Trah Mangkunegaran Terakhir

Astana Giribangun ikut mendapat sorotan besar terkait kondisi kritis Soeharto. Sebenarnya Soeharto sendiri yang meminta agar dimakamkan di komplek pemakaman ini. Wasiat ini termuat dalam otobiografinya yang blak-blakan Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.

Dalam buku itu, Soeharto menjelaskan, istrinya, Siti Hartinah dan Yayasan Mangadeg Surakarta sudah membangun makam keluarga di Mangadeg, tepatnya di Astana Giribangun. ”Dengan sendirinya saya pun akan minta dimakamkan di Astana Giribangun bersama keluarga. Kami tidak mau menyusahkan anak cucu kami, jika mereka nanti ingin berziarah,” kata Soeharto dalam buku tersebut.

Soeharto mungkin menyadari wasiat soal pemakamannya itu aneh karena ia saat itu masih hidup. Tapi ia mempunyai alasan sendiri soal wasiat minta dimakamkan di Astana Giribangun itu. Masih dalam Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, jendral besar ini berkata, memang saya pun mendengar orang bicara, bahwa belum juga saya mati, saya sudah membuat kuburan. Padahal yang sebenarnya, kuburan itu kami buat untuk yang sudah meninggal, antaranya untuk ayah kami (mertua saya). Selain itu, pikiran saya menyebutkan, "Apa salahnya, sebab toh akhirnya kita akan meninggal juga." Kalau mulai sekarang kita sudah memikirkannya, itu berarti kita tidak akan menyulitkan orang lain. Asalkan tidak menggunakan yang macam-macam, apa jeleknya?

Seperti apa Astana Giribangun sebenarnya? Bagaimana pula sejarahnya?


Kompleks Astana Giribangun yang megah dan luas berada di lereng barat Gunung Lawu. Tepatnya terletak di Desa Karang Bangun, Matesih, Karanganyar, sekitar 40 kilometer arah timur kota Solo.


Makam itu dibangun di atas sebuah bukit, tepat di bawah Astana Mangadeg, kompleks pemakaman para penguasa Istana Mangkunegaran, salah satu pecahan dinasti Mataram. Jika Astana Mangadeg berada di ketinggian 750 meter dpl, Giribangun pada 666 meter dpl.

Pemilihan posisi berada di bawah Mangadeg itu bukan tanpa alasan; untuk tetap menghormati para penguasa Mangkunegaran, mengingat Ibu Tien Soeharto mengaku keturunan Mangkunegoro III. Bahkan Giribangun disebut sebagai makam yang dikhususkan untuk keluarga Mangkunegaran yang keduabelas atau yang paling akhir.

Kompleks makam ini mulai dibangun pada tahun 1974 dan diresmikan penggunaannya para tahun 1976. Peresmian itu ditandai dengan pemindahan abu jenazah Soemaharjomo (ayahanda Tien Soharto) dan Siti Hartini Oudang (kakak tertua Ibu Tien), yang keduanya sebelumnya dimakamkan di Makam Utoroloyo, salah satu makam keluarga besar keturunan Mangkunegaran yang berada di Kota Solo.

Astana Giribangun yang luas terdiri dari beberapa bagian. Di antaranya adalah bagian utama yang disebut Cungkup Argosari yang berada di dalam ruangan tengah seluas 81 meter persegi dengan dilindungi cungkup berupa rumah bentuk joglo gaya Surakarta beratap sirap. Dinding rumah terbuat dari kayu berukir gaya Surakarta pula.

Di ruangan ini hanya direncanakan untuk lima makam. Saat ini paling barat adalah makam Siti Hartini, di tengah terdapat makam pasangan Soemarharjomo (ayah dan ibu Tien) dan paling timur adalah makam Ibu Tien yang meninggal pada 1996. Tepat di sebelah barat makam Ibu Tien terdapat sebuah tempat yang disebut sebagai "cadangan", yang nantinya diperuntukkan bagi Pak Harto.

Masih di bagian Argosari, tepatnya di emperan cungkup seluas 243 meter persegi, terdapat tempat yang direncanakan untuk makam 12 badan. Rencananya di tempat inilah anak-anak dan para menantu Soeharto dimakamkan. Namun ketika sekarang ada anak Soeharto yang memilih hidup sendiri setelah mengalami kegagalan berkeluarga, kurang jelas siapakah nanti yang harus memenuhi areal untuk 12 badan itu.

Di selasar cungkup seluas 405 meter persegi terdapat areal untuk 48 badan. Yang berhak dimakamkan di tempat itu adalah penasihat, pengurus harian serta anggota pengurus Yayasan Mangadeg yang mengelola pemakaman tersebut. Termasuk yang berhak dimakamkan di tempat itu adalah pengusaha Sukamdani Sahid Gitosardjono beserta istri.

Bagian yang berada di luar lokasi utama adalah Cungkup Argokembang seluas 567 meter persegi. Tempat ini tersedia tempat bagi 116 badan. Yang berhak dimakamkan di lokasi itu adalah para pengurus pleno dan seksi Yayasan Mangadeg ataupun keluarga besar Mangkunegaran lainnya yang dianggap berjasa kepada yayasan yang mengajukan permohonan untuk dimakamkan di astana tersebut.

Paling luar adalah Cungkup Argotuwuh seluas 729 meter persegi. Tempat ini tersedia tempat bagi 156 badan. Seperti halnya Cungkup Argokembang, yang berhak dimakamkan di lokasi itu adalah para pengurus Yayasan Mangadeg ataupun keluarga besar Mangkunegaran lainnya yang mengajukan permohonan.

Pintu utama Astana Giribangun terletak di sisi utara. Sisi selatan berbatasan langsung di jurang yang di bawahnya mengalir Kali Samin yang berkelok-kelok indah dipandang dari areal makam. Terdapat pula pintu di bagian timur kompleks makam yang langsung mengakses ke Astana Mangadeg.

Selain bangunan untuk pemakaman, terdapat sembilan bangunan pendukung lainnya. Di antaranya adalah masjid, rumah tempat peristirahatan bagi keluarga Soeharto jika berziarah, kamar mandi bagi peziarah utama, tandon air, gapura utama, dua tempat tunggu atau tempat istirahat bagi para wisatawan, rumah jaga dan tempat parkir khusus bagi mobil keluarga.

Di bagian bawah, terdapat ruang parkir yang sangat luas. Di masa Soeharto berkuasa, di arel ini terdapat puluhan kios pedagang yang berjualan souvenir maupun makanan untuk melayani peziarah dan wisatawan. Namun semenjak kini tempat itu menjadi sangat sepi, seiring sepinya pendatang dari kalangan umum.

Petuah untuk Ksatria Utama

Di sudut barat daya bangunan megah Cungkup Argosari, terpampang sebuah tulisan yang dipetik dari Serat Wedatama, sebuah karya sastra Jawa klasik karya Mangkunegoro IV. Bunyi kutipan dalam tembang pucung itu adalah:

lila lamun kelangan nora gegetun
trimah yen ketaman
saserik sameng dumadi
tri legawa nalangsa srahing bathara


(ikhlas, jika kehilangan tiada kan menyesal
menerima dengan lapang jika mendapatkan
kebencian dari sesama
legawa dan menyerahkan segalanya kepada Yang Kuasa)

Bait itu adalah petikan dari sebuah petuah Mangkunegoro IV kepada anak cucunya jika ingin menjadi seorang ksatria utama. Ksatria pilihan harus pantang menghindar dari kewajibannya, menjalankan darma baktinya, dan siap menerima risiko apa pun sebagai konsekuensi sebuah pilihan.

Tidak jelas juga, apakah diamnya Soeharto terhadap segala cercaan dan tudingan setidaknya selama hampir sepuluh tahun terakhir ini adalah bagian dari penerimaannya sebagai ksatria seperti yang dianjurkan leluhur istrinya. Namun yang jelas, hingga kini dia belum pernah melakukan reaksi terbuka.

Dia tetap memilih diam ketika nasib hukumnya terus menggantung tanpa kejelasan. Dia tetap memilih diam di saat pihak-pihak yang berbeda pandangan beradu pendapat mengenai solusi yang elegan untuk kasus hukum yang mendera.

Ikhlas, jika kehilangan tiada kan menyesal. Dia memang, setidaknya secara de jure telah kehilangan kekuasaan sejak 1998. Mestinya dia telah mematuhi petuah Mangkunegoro IV agar ikhlas jika kehilangan apa pun, karena saat itu mekanisme yang dia pilih adalah mengundurkan diri.

Menerima dengan lapang jika mendapatkan kebencian dari sesama. Dengan tetap diam menyungging senyum khasnya, mestinya orang akan meraba bahwa dia telah lapang dada dan memposisikan dirinya sebagai sasaran tembak bagi para pengkritiknya.



Pak Harto & Sambernyowo

(Kolom Djoko Suud Sukahar )

Pak Harto sangat kritis. Masih terbaring lemah di RSPP Jakarta. Jika dilihat dari usia dan banyaknya organ tubuh yang tidak berfungsi, maka tidak ndisiki kerso, Pak Harto rasanya mendekati hari akhir.

Kita tidak perlu menipu diri sendiri. Takdir manusia memang seperti itu. Dari tanah kembali ke tanah. Dan tiap yang hidup akan menuju kematian. Itu pula makna kuburan, yang diidentifikasi sebagai rumah masa depan.

Rumah masa depan Pak Harto sudah disiapkan. Astana Giri Bangun adalah kompleks pemakaman keluarga Cendana. Terletak di kabupaten Karanganyar, Matesih, Mangadeg, dimana Ibu Tien Soeharto juga dikebumikan.

Kawasan Mangadeg bukan area pemakaman tunggal. Di lokasi ini sebelumnya juga berdiri makam, tempat jasad Sambernyowo dikebumikan. Letak kuburan pendiri trah
Mangkunegaran itu tak jauh. Hanya ratusan meter dari astana Giri Bangun.

Sambernyowo adalah Raden Mas Said. Merupakan pahlawan rakyat Jawa Tengah, khususnya Surakarta dan Kartasura. Itu karena keberaniannya menentang penjajah Belanda, juga kesaktiannya. Sang Hero ini diyakini bisa menghilang, memporak-porandakan lawan tanpa perlu balatentara, dan persenjataan modern.

Konsep tijitibeh, mati siji mati kabeh, diberlakukan. Merealisasi perang gerilya melalui pengamatan di Gunung Gambar. Dan dengan kejeniusannya, maka Tridharma yang kemudian diadopsi sekarang ini disosialisasikan untuk memotivasi rakyat mencintai dan
loyal terhadap kerajaannya.

Kehebatan Sambernyowo itu tak sekadar membuat rakyat kagum. Mistisisme Jawa telah membawanya pada tingkat kekaguman yang lebih tinggi. Sang raja terangkat menjadi tokoh mistis, yang dipuji sekaligus secara metafisis ditempatkan sebagai pepunden.

Ini yang menjadikan pembangunan astana (makam) Giri Bangun pada awalnya disoal. Sebagian rakyat belum bisa menerima pembangunan makam di dekat makam Sambernyowo yang dikultuskan itu. Malah ada sebagian rakyat yang selalu menghubung-hubungkan musibah dan prahara dengan keberadaan Astana Giri Bangun yang baru dibangun.

Dan ketika terjadi musibah longsor baru-baru ini, maka korban jiwa yang banyak disebutnya sebagai tumbal, termasuk tanaman anthurium yang berharga miliaran itu.
Bagaimana dengan klan Mangkunegaran sendiri? Ternyata, disana juga ada sesal yang tak terucapkan.

Kini, hari-hari ini, jika asumsi banyak pihak terhadap kekritisan phisik Pak Harto menjadi kenyataan, maka rasanya, borok lama itu akan kembali terkuak. Adakah di alam metafisis juga sedang terjadi pro-kontra soal nasib Pak Harto? Wallahua'lam bissawab.

Rasanya benar jawaban abdi dalem Mangkunegaran kalau ditanya soal Sambernyowo di Gunung Gambar. Sedang apakah Sambernyowo? Jawab mereka, "Gusti Pangeran
sedang nggambar negoro."

* Djoko Suud Sukahar adalah pemerhati budaya. Kolomnya secara rutin menghiasai detikcom. Kolom ”Pak Harto dan Sambernyowo” muncul di detikcom 16 Januari 2008.

Soeharto: Die Hard (1)

5. Kisah Di Balik Berita

Soeharto ibarat keping mata uang. Ada dua wajah pada pria itu yang terus menimbulkan pro kontra. Pesonanya tidak lantas pudar meski tidak lagi berkuasa. Kendati ia telah lengser hampir satu dasawarsa, tidak sedikit orang yang memuja Soeharto. Tapi di sisi lain, banyak pula kelompok yang membencinya . Maklumlah selama 32 tahun ia berkuasa, tentu tidak hanya putih yang ditorehkan untuk negeri ini. Tapi juga warna hitam. Tidak hanya jasa yang ia sumbangkan, tapi juga dosa yang diwariskan.

Maka ketika awal tahun 2008, ia kritis dan harus dirawat berhari-hari di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan, banyak kalangan menjadi sibuk. Tidak hanya keluarga Cendana saja yang panik. Sakit Soeharto telah membuat heboh bangsa Indonesia. Presiden SBY dan Wapres Jusuf Kalla, anggota DPR, tokoh agama, para cendekia, paranormal tokoh hukum, tentara, polisi, sampai rakyat biasa, semua memberi perhatian.

Salah satu pihak yang juga dibuat pontang-panting adalah wartawan. Sakitnya Soeharto, tentu menjadi salah satu moment bersejarah yang tidak boleh dilewatkan. Apalagi tahun 2008 ini, pria sepuh itu akan berusia 87 tahun, usia yang sering kali menjadi akhir dari perjalanan hidup seseorang.

Begitu tahu Soeharto sakit pada 4 Januari 2008, wartawan langsung menyanggongi RSPP dan Cendana. Dalem Kalitan Solo dan Astana Giribangun pun tidak luput dari pantauan wartawan. Para kuli disket ini memburu semua sumber yang bisa diminta informasi. Jumpa pers tim dokter yang menangani Soeharto tentunya menjadi menu rutin. Tapi informasi dari dokter saja tidak cukup bisa dijadikan andalan untuk membuat berita yang menarik.

Semua orang yang datang menjenguk pun menjadi buruan wartawan. Begitu SBY datang misalnya maka wartawan pun berebut mendekat, berdesakan untuk mendapatkan posisi terbaik. Meskipun akhirnya Pak Presiden ternyata tidak mau memberikan satu pernyataan sedikitpun usai membesuk Soeharto.

Demikian pula ketika tokoh lainnya mengalir berdatangan, para kuli disket ini pun dengan sigap langsung mengerubutinya. Ada yang mengambil gambar, menyodorkan mike, menyodorkan handrecord, megang pensil dan mencoret-coretkan tulisan di notes. Pokoknya semua kegiatan terkait reportase otomatis akan digeber.

Untuk melancarkan tugas, wartawan pun harus pandai-pandai mengatur siasat. Misalnya melakukan deal dengan petugas keamanan RSPP yang melakukan penjagaan ketat. Contohnya saat, mantan Presiden BJ Habibie akan datang membesuk, wartawan membuat deal dengan satpam RSPP.

Banyak kisah seru, unik dan menarik dialami wartawan di balik liputan kritisnya Soeharto. Apa sajakah?

Pak Harto dan Rahasia Lorong Kamar Mayat RSPP

RSPP meninggalkan banyak cerita soal Soeharto. Sejak sakit setelah lengser pada 1998, berkali-kali penguasa Indonesia 32 tahun itu dirawat di situ. Setiap kali dia masuk RSPP, seperti biasa, tak pernah ada yang tahu. Tidak ada wartawan yang bisa mengabadikan gambarnya saat Soeharto pertama datang. Semua penuh rahasia.

Keluarga dan kerabat dekat Cendana selalu melakukan berbagai upaya agar kedatangan Soeharto tidak tertangkap wartawan. Bahkan, jika perlu Soeharto dilewatkan di lorong kamar mayat.

Inilah salah satu kisah yang tercecer dari sakitnya Soeharto pada 2004. Kisah lorong kamar mayat ini terjadi pada 26 April. Saat itu pada pukul 16.50 WIB, Soeharto tiba di RSPP dengan menggunakan Toyota Alphard warna hitam B 8834 AT.


Kedatangan Soeharto ini seperti biasa, penuh rahasia. Pengunjung RSPP yang ramai itu tak mengetahui kedatangan Soeharto. Lalu lewat pintu mana? Ternyata, ya itu tadi, lewat pintu belakang yang merupakan lorong menuju kamar mayat RSPP.

Penguasa Orde Baru itu diantar anaknya Tutut, Mamiek, dan Sigit. Kemudian menyusul anaknya Bambang dan istrinya Halimah, serta Ketua Umum Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) R Hartono.

Mobil yang ditumpangi Soeharto berhenti tepat di depan kamar mayat RSPP. Mantan presiden itu kemudian turun dari mobil, kemudian dibawa melalui pintu belakang, lorong menuju kamar mayat untuk dirawat di lantai 6 RSPP.

Koran, Sleeping Bag Sampai Anti Nyamuk

Wartawan biasanya mudah dikenali dengan perlengkapan yang dibawanya. Kamera, tape recorder, notes kecil, ID card, sudah cukuplah untuk menegaskan identitas pemburu berita. Tapi untuk liputan kondisi kritisnya Soeharto, perlengkapan perang wartawan bertambah. Koran, sleeping bag (kantong tidur) dan krim anti nyamuk menjadi barang wajib yang kudu dibawa saat meliput penguasa Orde Baru itu.

Perlengkapan ini setidaknya dibawa para wartawan yang berjaga di kediaman Soeharto di Jalan Cendana No. 8, Menteng, Jakarta Pusat. Puluhan wartawan yang terus menanti di komplek elit tersebut terpaksa harus tidur di trotoar.

Berbagai peralatan pun disiapkan agar penantian terasa lebih nyaman. Ada yang membawa koran bekas untuk alas duduk atau tidur di trotoar. Lainnya membawa sleeping bag. Sebagian lainnya, memilih hanya mengenakan jaket super tebal. Maklum saja, udara di Jakarta hari-hari terakhir ini memang cukup dingin. Angin yang berhempus pun terasa cukup kencang.

"Pakai anti nyamuk dulu, biar nggak digigitin," kata salah satu wartawan televisi sambil mengoleskan lotion ke tangannya.

Selain harus tidur di trotoar, wartawan yang meliput di Cendana juga kesulitan mencari tempat membuang hajat. Untung saja, tak jauh dari rumah Soeharto, ada rumah yang sedang dibangun dan ada kamar mandi yang bisa digunakan.

Flu, Tambah Gemuk & Boros

Wajah kusam dan tampak sayup terlihat di sebagian wajah wartawan yang meliput mantan Presiden Soeharto di RS Pusat Pertamina. Maklum, Rabu, 16 Januari 2008, wartawan genap 13 hari menunggu perkembangan Pak Harto

Salah seorang wartawan elektronik Fadhil (24) mengaku sudah 11 hari menunggui Soeharto di RSPP. Kalaupun istirahat dan pulang hanya kurang dari sehari saja. Setelah itu kembali bertugas hingga lebih dari 10 jam. Bahkan dirinya sering menginap di RSPP.

"Iya nih, badan ngedrop juga. Karena disuruh kantor standby terus siaga satu. Istirahat jadi nggak tenang," keluhnya saat berbincang-bincang di sela-sela liputan di RSPP..

Fadhil juga mengaku sejak ditugaskan di RSPP, biaya yang dikeluarkannya untuk konsumsi juga membengkak dibanding hari-hari biasa. Dia mencontohkan harga nasi goreng yang mencapai Rp 9.000 sepiringnya. "Masa nasi sama udang tahu saja sampai Rp 11.000. Parkir motor 14 jam Rp 9.000," cetusnya sambil mengisap rokok.

Cerita yang sama juga dikatakan Dodo, wartawan sebuah TV. Di hari ke-10 dia terkena flu cukup berat. "Pulang dari rumah sakit malah sakit. Pas terakhir-terakhir ini aja kena flu. Gimana nggak, tidur di luar cuma beralas matras," tutur pria gemuk ini.

"Tapi beratku malah tambah lho. Terakhir beratku 84 kg. Belum tahu sekarang. Wong di sini makan terus," celetuknya.

Meski demikian, wartawan peliput Soeharto, termasuk Fadhil dan Dodo, menerima tugas peliputan tersebut dengan gembira. Sebab menurut mereka, meliput Presiden RI kedua tersebut adalah pengalaman bersejarah bagi mereka.



Roti Ny Sudwikatmono & Pijat Mas Gito

Duka meliput Soeharto adalah kadang tak sempat untuk membeli makanan karena khawatir kehilangan moment. Padahal wartawan harus tetap menjaga stamina untuk bisa meliput kritisnya Soeharto berhari-hari yang merupakan moment yang tidak boleh dilewatkan.

Nyonya Sudwikatmono, yang juga adik ipar almarhum Ibu Tien Soeharto mungkin paham dengan kondisi ratusan wartawan yang ikut berjaga di Rumah Sakit Pertamina Pusat (RSPP). Pada pukul 22.30 WIB, Sabtu, 12 Januari 2008 malam, saat rasa lapar mulai menerpa, dia membagikan roti gratisan kepada para jurnalis.

Bisa ditebak, roti pemberian istri adik tiri Soeharto itu, langsung diserbu para wartawan. Padahal saat itu, wartawan tengah bersiap menunggu Guruh Soekarnoputra yang juga ikut membesuk Soeharto. Roti yang dibagikan itu berada di dalam boks, yang berisi 4-5 roti.

Selain sempat tertolong roti gratisan, wartawan juga sedikit berkurang rasa capainya dengan adanya Mas Gito. Laki-laki ini adalah tukang pijat yang ikut mencari rezeki di RSPP dengan membuat lemas otot para wartawan.

Karena sentuhan Mas Gito ini begitu mengena, para wartawan pun langsung informasi berbagi dengan wartawan lain. Alhasil Gito pun laris manis. Saat pria berusia 35-an tahun ini datang dengan tas tuanya, beberapa wartawan segera menggunakan jasanya. Bayarnya cukup Rp 20-25 ribu saja.

Misteri Pembagian ID Pemakaman

Selain RSPP dan Cendana, tempat lain yang diburu wartawan terkait kritisnya Soeharto adalah Dalem Kalitan, rumah keluarga mantan presiden itu di Solo, dan Astana Giribangun, di Karanganyar.

Wartawan Solo mempunyai kisah dan ketegangan sendiri saat meliput persiapan dua tempat itu sehubungan dengan kritisnya Soeharto. Kisah itu, adalah kisah ID pemakaman. Kisah ini terjadi pada Sabtu, 12 Januari 2008. Sebelumnya pada Jumat malam, Soeharto menurut Menkes Siti Fadila Supari, sempat berhenti bernafas.

Menyusul kabar itu, Sabtu pagi di Astana Giribangun, tempat pemakaman keluarga Soeharto, dua tank kavaleri yang didatangkan langsung dari Kodam Diponegoro Semarang, berjaga di pintu gerbangnya. jalan menuju Astana Giribangun dari mulai perempatan Karang Pandan dijaga ketat polisi dan personel dari Polres Karanganyar.

Setiap 500 meter ada 2-3 polisi menggunakan mobil patroli. Namun tidak ada aktivitas yang terlalu menonjol dari lalu lintas yang di jalan yang menuju Astana Giribangun.

Siang hari pukul 11.00 WIB, Bupati Karanganyar Rina Iriani dan Bupati Wonogiri Begug Poernomosidi menyambangi Astana Giribangun. Sebelumnya Pangdam Diponegoro Mayjen TNI Agus Suyitno, Kapolwil Surakarta Kombes Polisi Yoce Mende dan Kapolda Jateng Inspektur Jenderal Doddy Sumantyawan telah melakukan inspeksi di Astana Giribangun.

Mungkin untuk mengantisipasi keadaan, Korem Warastratama Surakarta menyiapkan ID Card khusus pemakanan Soeharto untuk wartawan. ID Card berukuran 15x20 cm itu bertuliskan Pemakaman Bp Panglima Besar Jenderal Purn HM Soeharto. Sekitar 20-an wartawan telah mengurus kartu pengenal itu.

Namun kemudian pukul 14.00 WIB, Korem 074 Warastratama Surakarta menarik kembali ID Card bagi wartawan untuk meliput pemakaman Soeharto. Alasannya, ID tersebut harus ditandatangani Kasie Intel.

6. Kronologi Sakit Soeharto 1999-2008 (Lampiran)

Untuk kesekian kalinya, mantan Presiden Soeharto kembali masuk Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jumat (4/1/2007). Dalam catatan pers, sakitnya Soeharto menjadi sejarah yang panjang. Ia sudah berkali-kali masuk RS sejak lengser pada 1998.

Berikut catatan sakitnya Soeharto yang berhasil dirangkum detikcom:


1999

20 Juli 1999. Soeharto terkena stroke ringan dan menjalani pemeriksaan radiologi dan MRI di RSP Pertamina Jakarta. Kejaksaan Agung menghentikan sementara penyelidikan kasus Soeharto.

28 Juli 1999. Kesehatan Soeharto membaik. Mulut yang diberitakan miring kembali normal. Soeharto menjalani sejumlah pemeriksaan kesehatan seperti pemeriksaan kondisi syaraf secara menyeluruh (EEG) dan CT Scan

30 Juli 1999. Mantan Presiden RI ke-2 ini meninggalkan RSP Pertamina. Tim dokter yang dipimpin Dr Ibrahim Ginting, mengizinkan Soeharto pulang.

14 Agustus 1999. Sekitar pukul 09.00 WIB, Soeharto dilarikan ke RSP Pertamina. Dia harus menjalani rawat inap setelah mengalami pendarahan di usus saat hendak mengambil air wudu untuk salat subuh di kediamannya.
Soeharto kemungkinan menderita ambeien atau haemorroid akibat kebanyakan berbaring dan duduk selama proses penyembuhan, baik di RSPP maupun di rumah.

7 Oktober 1999. Tim dokter menerangkan Soeharto masih sakit sehingga tidak dapat mengikuti pemeriksaan di Kejaksaan Agung. Surat keterangan tim dokter yang ditandatangani Dr Hari Sabardi ini menekankan, keterangan
tersebut dibuat berdasarkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara medis.


2000


14 Februari 2000. Soeharto mengalami kesulitan berkomunikasi verbal.

7 Maret 2000. Tim dokter keluarga menyatakan Soeharto yang dikatakan sakit jasmani dan rohani dibawa ke RSCM oleh Kejakgung untuk pemeriksaan ulang kesehatannya.

14 Agustus 2000. Soeharto kembali masuk RSP Pertamina untuk pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan endoskopi dan CT Scan.

23 September 2000. Soeharto foto otak di RSP Pertamina.


2001

24 Februari 2001. Soeharto menjalani operasi usus buntu di RSP Pertamina.

26 Februari 2001. Kondisi kesehatan Soeharto membaik meskipun infus belum dicabut.

13 Juni 2001. Soeharto menjalani operasi pemasangan alat pacu jantung permanen di RSP Pertamina. Tim dokter RSCM menemukan frekuensi nadi rendah. Akibatnya distribusi oksigen ke organ-organ tubuh penting, seperti
otak, ginjal, dan jantung terganggu.

17 Desember 2001. Soeharto kritis dan dibawa ke RSP Pertamina. Batuk-batuk dan sesak napas. Tensi darah 180/70 dengan suhu 38-39 derajat Celsius.

18 Desember 2001. Soeharto menderita pneumonia dengan gejala flu, batuk, demam, tidak mau makan, dan diare. Karena pertimbangan non medis seperti faktor emosional dan kultural, seperti perayaan Idul Fitri, tim dokter
memutuskan Soeharto dirawat secara intensif di rumah.

28 Desember 2001. Soeharto kembali menjalani rawat inap di RSP Pertamina selama 11 hari.


2002

14 Maret 2002. Siti Hutami Endang Adiningsih atau Mamiek, putri bungsu Soeharto, mengungkapkan kesehatan Soeharto memburuk.

15 Maret 2002. Soeharto mengalami pendarahan dan harus diinfus.

16 Maret 2002. Kesehatan Soeharto menurun. Tim dokter memberikan transfusi darah.

18 Juni 2002. Untuk membuktikan kebenaran kesehatan Soeharto telah pulih, Kejaksaan membentuk tim dokter. Lebih dari 20 dokter memeriksa kesehatan Soeharto. Tujuh diantaranya adalah tim dokter independen RSCM yang ditunjuk Kejaksaan, sisanya adalah dokter keluarga Soeharto.

12 Agustus 2002. Ketua Tim Dokter Soeharto, Akhmal Taher, mengumumkan kesehatan Soeharto lebih baik dibanding saat terserang stroke pada 1999 dan 2001. Namun kemampuan berbahasanya terganggu.

29 Oktober 2002. Soeharto berziarah ke makam Tien Soeharto di Astana Giribangun, Mangadeg, Karanganyar. Dia tampak sehat dan segar serta mampu berjalan sendiri tanpa dipapah maupun menggunakan tongkat.


2003

29 April 2003. Kesehatan Soeharto kembali memburuk dan dilarikan ke RSP Pertamina. Pendarahan saluran pencernaan sudah merembet ke jantung. Sebelumnya Soeharto telah dipasang alat pacu jantung.


2004

7 Januari 2004. Kejaksaan Agung memerintahkan Kejaksaan Negeri Jaksel memeriksa kondisi kesehatan Soeharto. Tim dokter RSCM memeriksa kesehatan
Soeharto selama tiga kali dan menyimpulkan Soeharto menderita cacat psikologi permanen.

7 Februari 2004. Mantan PM Malaysia Mahathir Mohammad mengunjungi Soeharto. Menurutnya Soeharto sehat. Hanya saja berbicaranya tidak lancar.

29 April 2004. Kesehatan Soeharto memburuk. Pendarahan saluran pencernaan kembali terjadi.

2 Mei 2004. Tim dokter RSPP mengumumkan kesehatan Soeharto membaik.


2005

5 Mei 2005. Soeharto masuk RSPP lagi dengan sakit yang sama, pendarahan usus. Namun, tim dokter menilai kondisi Soeharto relatif cukup aman. Soeharto kemudian menjalani rawat jalan. Rawat inap hingga 11 Mei 2005.


2006

4 Mei 2006. Setelah tampil di muka publik dalam beberapa kesempatan seperti pernikahan cucu dan pertemuan dengan mantan PM Singapura Lee Kuan Yew, Soeharto lagi-lagi dirawat di RSP Pertamina. Soeharto mengalami
pendarahan yang mengakibatkan penurunan kadar sel darah merah dalam darah atau Hemoglobin (Hb).

11 Mei 2006. Setelah dioperasi pada 8 Mei 2006, penguasa Orde Baru itu dioperasi lagi. Operasi ini untuk memasukkan pipa lambung sebesar jari kelingking orang dewasa ke dinding perut sebelah kiri atas

18 Mei 2006. Soeharto kritis. Soeharto dikabarkan sudah tidak bisa melakukan sejumlah aktivitas yang dilakukan sehari sebelumnya.

19 Mei 2006. Keluarga Cendana pasrah jika Soeharto dipanggil Tuhan sewaktu-waktu. Wakil Ketua Komisi II Priyo Budi Santoso menyatakan Mbak Titiek ngomong mereka sudah ikhlas jika Pak Harto dipanggil sewaktu-waktu.
Tamu yang menjenguk hanya diperbolehkan melihat dari jauh.
22222ew2d3aQSZZSasz
22 Mei 2006. Kesehatan Soeharto berangsur-angsur membaik. Meski masih dalam masa kritis, secara umum kesehatannya bertambah baik. Sudah bisa berkomunikasi dengan keluarga dan mulai menjalani fisioterapi.

25 Mei 2006. Kondisi Soeharto sudah dalam batas normal dan tenang. Pendarahan sudah berhenti. Fungsi organ tubuh relatif baik walaupun terserang pilek.

30 Mei 2006. Kesehatan Soeharto semakin membaik dan menjalani pemeriksaan electro enchephalo graph (EEG). Diperbolehkan pulang jika fungsi pencernaan, jantung, ginjal dan pernafasannya sudah normal.

31 Mei 2006. Soeharto meninggalkan RSPP pukul 8.35 WIB menuju kediamannya. Soeharto ditemani tim dokter dan Dirut RSPP Dr Adji Suprajitno. Meski selang di lambung masih terpasang kondisinya semakin membaik.


2008

4 Januari 2008, Soeharto kembali masuk RSPP. Menurut pengacaranya, Assegaf, ia hanya check up biasa. Tapi anehnya Soeharto harus rawat inap belasan hari. Penyakit Soeharto kali ini lebih parah. Ia bahkan kritis dan sempat berhenti bernafas.