Jumat, 04 April 2008

Orang Tanpa Harga Diri

Setiap hari, Jeng Sari selalu berangkat dan pulang kerja naik bus kota. Nyaris tidak ada yang istimewa dari perjalanan Jeng Sari yang selalu melalui rute yang sama itu. Tapi kalau sedang kumat narsisnya, Jeng Sari dengan sok filosofisnya, akan berkata, dari bus kota aku belajar banyak tentang hidup.

Bagi Jeng Sari, dari bus kota, ia bisa melihat dan mempelajari dunia. Semua serba ada di bus kota, anggap guru TK itu. Gadis modis penuh percaya diri, ibu-ibu gemuk baik hati, gadis berjilbab yang kadang berwajah murung atau kadang penuh senyum, laki-laki bermata jalang, pria berwajah tanpa dosa, anak-anak kecil menangis, pedagang, karyawan, pengamen, sampai pencopetnya, ada. Dengan hanya duduk di bus kota pun bisa membeli dan mendapat 'apa saja', dompet handphone, buku, tisu sampai obat-obatan.

Meski tidak ada yang istimewa, Jeng Sari selalu menemukan hal-hal yang menarik di bus kota. Akhir-akhir ini yang menarik perhatian Jeng Sari adalah orang-orang tanpa harga diri. Waduh serius banget julukannya ya! Tapi memang begitulah, dengan seenak udelnya saja, Jeng Sari akan memberi julukan pada apa-apa yang menurutnya menarik. Siapakah orang tanpa harga diri ini? Versi Jeng Sari, mereka, salah satunya, adalah seorang pria gagah, maksudnya orang yang badannya tinggi dan besar. Wajahnya pun garang dengan kulit tampak hitam terbakar, jadi kesannya ia sangar.

Pria gagah ini biasanya naik bus kota, di seberang Carrefour Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Di atas bus kota, dia lalu berbicara. Si Pria gagah itu memaparkan betapa kerasnya hidup di Jakarta. Betapa susahnya untuk mencari pekerjaan. Maka dari pada, ia menjadi kriminal, lebih baiklah ia menjadi peminta-minta di bus kota. Begitulah alasan yang selalu diulang-ulang.

"Tolonglah saya, hanya untuk sekadar membeli makan pagi ini saja," pinta si pria gagah itu memelas sambil membungkukkan badannya dalam-dalam. Si pria itu kembali membungkuk sambil berkata terimakasih kepada setiap orang yang memberinya uang. Mengapa orang sampai bisa kehilangan harga diri seperti itu? Gagah-gagah kok mau membungkuk-bungkuk, hanya demi angsuran recehan! Dasar orang males, gerutu Jeng Sari.

Suatu sore, Jeng Sari membicarakan masalah 'orang tanpa harga diri' itu dengan Mas Thoyib, suaminya. Mas Thoyib yang sehari-hari berjualan buku itu mesam-mesem mendengarkan cerita Jeng Sari. Setelah menyeruput kopi instan, Mas Thoyib berkata, "Itu mah masih lumayan Jeng! Kan banyak tuh perempuan melacur, itu apa bukan orang yang kehilangan harga diri?" kata Mas Thoyib.

"Tapi masalahnya adalah, apakah orang-orang itu menjadi tidak mempunyai harga diri karena bawaan atau karena memang dipaksa tidak memiliki harga diri?" ulas Mas Thoyib.

"Maksud Mas, ada orang yang tidak memiliki harga diri karena memang dibuat seperti itu? Mereka dipaksa tidak memiliki harga diri atau membuang harga dirinya karena tidak punya pilihan lain? Mereka tidak akan seperti itu kalau pekerjaan bisa mudah didapat? Mereka tidak akan membuang harga dirinya kalau mereka mendapatkan pendidikan yang baik?"

"Lah iyalah Jeng! Kalau sebuah negara mengurus kesejahteraan warganya dengan baik, pekerjaan bisa gampang didapat, pendidikan tidak mahal sehingga bisa diraih semua orang, ya nggak mungkin to, atau setidaknya ya sedikitlah, orang mau membuang harga dirinya. Masa ada sih orang yang dengan sukarela mau kehilangan harga dirinya?"

"Wah, jangan apa-apa pemerintah dong! Kalau apa-apa pemerintah yang disalahin, ya nggak selesai-selesai to Mas."

"Jeng, Jeng! Saat semua harga pada naik, apa coba yang turun? Harga dirilah yang kemudian turun atau terpaksa diturunkan. Kalau sebagai warga, apalagi serba terbatas seperti kita ini, masih syukur bisa menjaga agar tidak kehilangan harga diri. Syukur-syukur lagi bisa membantu saudara, sahabat, atau orang dekat kita agar jangan sampai membuang harga dirinya. Tapi kalau semuanya, lagi-lagi harus warga juga, warga juga, lalu apa tugas pemerintah? Bukannya memang para pejabat, yang bekerja di pemerintahan itu kita bayar untuk mengurus warganya agar sejahtera?"

Jeng Sari lalu diam. Kalah seri rupanya. Ia mengangguk-angguk sambil mencomot donat. "Iya mas. Seharusnya memang seperti itu. Sayangnya mas, sebagian dari pejabat itu, orang-orang yang berkuasa itu juga tidak memiliki harga diri. Mereka memang tidak merunduk-runduk dan tetap berkepala tegak, tapi sebenarnya mereka hanya pura-pura saja memiliki harga diri. Nah karena mereka tidak memiliki harga diri, mereka lantas membuat atau memaksa orang lain agar kehilangan harga diri."

"Ya begitulah Jeng. Orang tanpa harga diri itu bukan hanya karena miskin dan tidak mempunyai pekerjaan. Memiliki pekerjaan tapi berselingkuh, alias mengkhianati pekerjaannya, sama saja juga dengan tidak punya harga diri," kata Mas Thoyib.

"Bener Mas, bener itu. Ada tuh jaksa, yang pekerjaannya jelas-jelas terhormat, ditangkap karena minta suap. Apa bisa dia disebut sebagai orang yang punya harga diri? Lalu ada pejabat yang tidur saat mengikuti seminar Presiden," kata Jeng Sari.

Sesaat pembicaraan serius itu terhenti. Hiro, anak pasangan Jeng Sari dan Mas Thoyib baru pulang dari ngaji. "Yah boleh nggak nonton TV?" tanya Hiro setelah masuk rumah dan mendekati ayah ibunya. Mas Thoyib mengangguk, dan lantas memencet remot control. Di televisi sedang ada berita seorang anggota DPR ditangkap KPK. Namanya Al Amin Nasution."Tuh Jeng. Nabi kan pernah mendapat gelar Al Amin, artinya orang yang bisa dipercaya. Ini anggota DPR, namanya Al Amin, kok malah tingkahnya seperti itu. Alamak," sinis Mas Thoyib.

1 komentar:

puang cahaya dewa mengatakan...

salam kenal dari bandung
artikel anda menarik untuk direnungkan, seandainya para Anggota DPR yang terhoramat dan para pejabat di negeri ini membaca artikel anda. saya yakin meraka pasti malu karna para pejabat dan para pengemis, pengamen dan pemeras di bus kota tiadak jauh bedah perilakunya, kalau para pejabat agak sopan karena mereka memeras dengan modal proposal (yang bernama anggaran) dan menggertak dengan undang-undang yang mereka buat
salam berpikir merdeka
http://puang07.blogdetik.com
http://puang07.fotopages.com