Rabu, 26 September 2007

Budaya Suap Masih Sangat Parah

Berita yang menghiasi headline semua media massa Kamis, 27 September ini, sungguh ironis. Anggota Komisi Yudisial (KY) Irawady Joenoes ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KY).

Jabatan Irawady di KY bukanlah anggota biasa. Ia adalah Koordinator Bidang Pengawasan, Kehormatan, Keluhuran Martabat dan Perilaku Hakim. Irawady tertangkap basah saat menerima suap dari Freddy Santoso, Direktur PT Persada Sembada, yang memenangi tender pengadaan tanah untuk kantor KY.

Ketika ditangkap di rumah salah satu kerabat Irawady di Jalan Panglima Polim III, Kebayoran Baru, Jakarta,.penyidik KPK menemukan uang Rp 600 juta dalam tas dan US$ 30 ribu di saku Irawady. Menurut Wakil Ketua KPK Bagian Penindakan Tumpak Hatorangan, KPK telah mengintai hubungan Irawady dan Freddy sejak dua bulan lalu.

Penangkapan Irawady ini menimbulkan ironi tersendiri. Pasalnya KY adalah lembaga yang mendapat mandat untuk mengawal reformasi peradilan. KY bertugas mengawasi dan memeriksa para hakim.

Masyarakat menaruh harapan banyak keberadaan KY bisa memberantas praktek mafia peradilan yang dilakukan para hakim. Apalagi KY sempat menunjukkan giginya dengan berani memeriksa para hakim agung. KY juga mengusulkan kocok ulang hakim agung yang berbuntut pada konflik dengan MA.

Dengan Irawady ditangkap KPK dengan tuduhan suap, citra KY tentu akan menjadi buruk. Terlebih Irawady adalah Koordinator Bidang Pengawasan, Kehormatan, Keluhuran Martabat dan Perilaku Hakim.

Kepercayaan masyarakat bisa menurun gara-gara penangkapan tersebut. Bagaimana masyarakat bisa percaya KY bisa memberantas mafia peradilan bila Koordinator Bidang Pengawasan, Kehormatan, Keluhuran Martabat dan Perilaku Hakim KY sendiri menerima suap?

Tapi di sisi lain, penangkapan Irawady juga membuktikan dan kembali menyadarkan bahwa budaya korupsi termasuk suap sudah sangat parah di negeri ini. Klaim Presiden SBY bahwa upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintahannya telah membuahkan hasil dengan timbulnya budaya takut korupsi di kalangan masyarakat, ternyata salah.

Penangkapan Irawady justru memperlihatkan sebaliknya. Bukannya ada budaya takut korupsi, sebaliknya korupsi dan suap justru merajalela. Suap tidak lagi hanya terjadi pada urusan-urusan remeh seperti untuk mempercepat pembuatan KTP atau SIM. Tapi sudah membudaya sampai level tertinggi yakni pengawasan para hakim.

Dengan kondisi seperti ini sudah sepatutnya disadari, tidak bisa membebankan tugas pemberantasan korupsi pada KPK semata. Tugas ini harus digarap secara bersama-sama dan menjadikannya sebagai gerakan budaya.

KPK tentu saja harus terus bersikap berani dan tegas memburu para korutor. Para lembaga yang terbukti pejabatnya melakukan korupsi seperti KY harus bersikap tegas dengan memberikan sanksi paling berat kepada pejabatnya. Dan tentu saja komitmen pemerintah menjadi hal mutlak.

Selain itu yang sangat perlu dilakukan adalah menyadarkan masyarakat bahwa korupsi adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Masyarakat harus dibuat pada taraf sangat marah sehingga tidak ada lagi toleransi pada korupsi.

:detikportal, 27/09/2007 10:53

Tidak ada komentar: